PEMENANG PAPER PPKTI 2017

ppkti fix.jpggg.jpgPPKTI 2017

Tema Paper : Lingkungan Hidup
Judul Paper : “Pengaruh Kualitas Drainase Terhadap Sistem Polder Banjir di Samarinda”

Disusun Oleh Kelompok 4 :
1. Hotimatul Hasanah         (1501035108)
2. Vaniya Fajar                   (1501035249)
3. Jumarni                           (1501025154)
4. Annisa Ulya Novriana    (1601035026)
5. Ade Ramadhan               (1601035040)
6. Upik Refitamasi             (1601035027)
7. Muhammad Rezani        (1601035151)
8. Zumrotus Sa’diyah         (1601045043)
9. Ari Ahmad                     (1401035031)
10. Diah Isnaini                  (1601035039)
11. Khasanatun Ristinah    (1505065022)

Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Mulawarman



Abstrak
Penelitian ini membahas tentang kualitas drainase di Kota Samarinda dalam pengendalian banjir melalui sistem polder dan kendala-kendala yang dihadapi untuk mengoptimalkan kualitas drainase yang sudah ada.

Penelitian ini dilakukan di Kota Samarinda. Metode penelitian yang digunakan adalah  jenis penelitian deskriptif kualitatif yang di mana memaparkan dan bertujuan memberikan gambaran serta menjelaskan dari variabel yang diteliti dan penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah dan dilakukan terhadap variabel mandiri yaitu tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variable lainnya. Sumber data diperoleh dengan mengunakan teknik purposive sampling.
Kesimpulan dari hasil penelitian yang ditemukan oleh penulis menunjukan bahwa upaya pemerintah Kota Samarinda dalam pengendalian mengatasi banjir, seperti membuat pembangunan polder, drainase dan gorong-gorong untuk mengurangi intensitas banjir ini belum optimal, ini terjadi dikarenakan kualitas drainase yang masih buruk sehingga mengganggu aliran air menuju polder.

Kata Kunci : Kualitas Drainase, Sistem Polder Banjir, Kota Samarinda



A.PENDAHULUAN 
Latar Belakang
Banjir di daerah  perkotaan memiliki karakteristik yang berbeda dengan banjir lahan/alamiah. Kasus–kasus banjir di daerah perkotaan memiliki beberapa masalah yang perlu ditelaah lebih lanjut. Arah aliran yang terjadi tidak sepenuhnya bergantung pada kondisi topografi lahan. Apabila suatu daerah mempunyai drainase dataran banjir yang kurang memadai, maka daerah tersebut akan menjadi daerah banjir di saat musim hujan. Daerah layanan drainase Kota Samarinda saat ini sudah cukup luas, namun yang menjadi permasalahan adalah kapasitas dari saluran drainase yang semakin mengalami penurunan. Saluran drainase tersebut selain kapasitasnya terlalu kecil juga beban sedimen yang tinggi.  Hal ini mengakibatkan aliran air dari beberapa drainase menuju polder akan terganggu.

Di Kota Samarinda banjir sering terjadi di beberapa bagian Kota seperti di Kecamatan Samarinda Ulu, Samarinda Utara dan daerah–daerah lainnya. Hal ini tentu saja meresahkan masyarakat. Dan menjadi permasalahan bagi pemerintah Kota Samarinda karena mengganggu kenyamanan dan keindahan lingkungan Kota Samarinda.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik mengadakan penelitian dengan mengambil judul sebagai berikut “Pengaruh Kualitas Drainase Terhadap Sistem Polder Banjir di Kota Samarinda”.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka permasalahan yang dikemukakan dalam penulisan ini adalah:
1.      Apakah terdapat pengaruh antara Kualitas Drainase Terhadap Sistem Polder Banjir di Samarinda?
2.      Apa saja kendala-kendala yang dihadapi dan upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas drainase di Samarinda?

Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilaksanakan pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai, hal ini dimaksud untuk dapat memberikan arah kepada seorang peneliti dalam pelaksanaan kegiatannya agar dapat menentukan kemana seharusnya berjalan dan berbuat, adapun tujuan dari peneliti adalah :
1.      Untuk mengetahui pengaruh kualitas drainase terhadap sistem polder banjir di Samarinda.
2.      Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dan upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kualitas drainase di Kota Samarinda.

Manfaat Penelitian
Pada dasarnya setiap penelitian disertai suatu harapan agar hasilnya dapat digunakan sebaik mungkin bagi pihak pihak yang membutuhkan. Berkaitan dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan dapat berguna. Adapun kegunaan penelitian ini terbagi menjadi 2 yaitu :
1.      Secara praktis
Dari segi praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan positif bagi masyarakat dan pemerintah Kota Samarinda dalam mengatasi banjir yang terjadi di Kota Samarinda.
2.      Secara teoritis
Penulis mengharapkan, penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran terutama dalam menjaga lingkungan hidup, khususnya mengenai kualitas drainase terhadap sistem polder banjir di Kota Samarinda.




B.LANDASAN TEORI

Teori dan konsep
Dalam penelitian ilmiah tidak terlepas dari teori dan konsep dengan masalah yang dibahas, hal ini dimaksudkan agar penelitian yang akan dilakukan dapat memberikan arah yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan berupa pengertian teori, karena teori ini adalah sebagai dasar pedoman yang akan memecahkan masalah dan merupakan model dalam menunjang keberhasilan suatu penelitian.

Dengan demikian teori dan penelitian tidak dapat dipisahkan karena fenomena tersebut dapat dianalisis atau dijelaskan melalui alur pikir teori yang relevan oleh karena itu peneliti harus paham tentang pengertian teori.

Menurut Wiliam Wiersma (dalam Sugiono, 2003:41) menyatakan teori adalah generalisasi atau kumpulan yang dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai fenomena. Cooper (dalam Sugiono, 2013:41) mengemukakan bahwa teori adalah seperangkat konsep definisi, proposisi, yang tersusun secara sistematis sehingga digunakan untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena.

Selanjutnya menurut Pasalong (2012:77), konsep adalah abtraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karateristik kejadian, keadan, kelompok atau individu tertentu.

Drainase
Drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan sanitasi. (Dr. Ir. Suripin, M.Eng.2004)

Sedangkan pengertian tentang drainase kota pada dasarnya telah diatur dalam SK menteri PU No. 233 tahun 1987. Menurut SK tersebut, yang dimaksud drainase kota adalah jaringan pembuangan air yang berfungsi mengeringkan bagian-bagian wilayah administrasi kota dan daerah urban dari genangan air, baik dari hujan lokal maupun luapan sungai melintas di dalam kota.

Sistem Polder
Sistem polder adalah suatu cara penanganan banjir dengan kelengkapan bangunan sarana fisik, yang meliputi saluran drainase, kolam retensi, pompa air, yang dikendalikan sebagai satu kesatuan pengelolaan. Dengan sistem polder, maka lokasi rawan banjir akan dibatasi dengan jelas, sehingga elevasi muka air, debit dan volume air yang harus dikeluarkan dari sistem dapat dikendalikan. Oleh karena itu, sistem polder disebut juga sebagai sistem drainase yang terkendali.

Sedangkan pengertian tentang system polder pada dasarnya telah diatur dalam Peraturan Menteri PU No. 12 tahun 2014. Menurut peraturan tersebut yang dimaksud sistem polder adalah suatu sistem yang secara hidrologis terpisah dari sekelilingnya baik secara alamiah maupun buatan yang dilengkapi dengan tanggul, sistem drainase internal, pompa dan/atau waduk, serta pintu air.

Banjir
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengatakan bahwa Banjir merupakan fenomena alam yang biasa terjadi disuatu kawasan yang banyak dialiri oleh aliran sungai. Secara sederhana banjir dapat didefinisikan sebagai hadirnya air disuatu kawasan luas sehingga menutupi permukaan bumi kawasan tersebut. “Sebuah banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan”.
  
Penyebab Banjir
Berdasarkan pengamatan, bahwa banjir disebabkan oleh dua katagori yaitu banjir akibat alam dan banjir akibat aktivitas manusia. Banjir akibat alam dipengaruhi oleh curah hujan, fisiografi, erosi dan sedimentasi, kapasitas sungai, kapasitas drainase dan pengaruh air pasang. Sebagaimana yang di ungkapkan oleh Robert (2002 : 45) penyebab banjir terbagi menjadi 2 yaitu, secara alami dan banjir yang di sebabkan aktivitas manusia.

Pengendalian
Menurut Terry (dalam hasibun, 2005 : 242) mengatakan bahwa pengendalian dapat didefinisikan sebagai proses penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standar apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksana, menilai pelaksanaan dan apabila perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan standar.

Selain itu menurut Horald (dalam Hasibuan, 2005:41) pengendalian adalah pengukuran dan perbaikan terhadap pelaksanaan kerja bawahan, agar rencana-rencana yang telah dibuat untuk mencapai tujuan-tujuan dapat terselenggara.

Definisi konsepsional
Definisi konsepsional adalah suatu abstrak dari kejadian yang menjadi sasaran penelitian dan juga memberikan batasan tentang luasan ruang lingkup penelitian.

Berdasarkan pendapat diatas, maka penulis dapat mengemukakan definisi konsep dari variabel yang diteliti. Upaya pengendalian banjir di Kota Samarinda bukan hanya melaksanakan pembangunan infrastruktur seperti drainase, kanal atau waduk akan tetapi juga memperhatikan kualitas Infrastruktur yang sudah dibuat, dimana hal ini sangat mempengaruhi kelancaran dari sistem polder. Untuk meningkatkan dan mempertahankan drainase harus ada partisipasi dari berbagai pihak yaitu akademisi, praktisi, pemerintah dan masyarakat. Apabila kualitas drainase sudah optimal, maka aliran air menuju polder akan mengalir secara maksimal. Hal ini sangat efektif untuk meminimalisir genangan banjir di Kota Samarinda.




C. METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Moleong (2000 : 6) mengemukakan bahwa deskriptif adalah data yang dikumpulkan berupa kata – kata, gambaran, dan bukan angka – angka. Dari pendapat ini dijelaskan penelitian deskriptif dalam penyajian ini lebih kepada kata-kata, kalimat atau gambar, juga berupa naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi atau memo.
Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah dan dilakukan terhadap variabel mandiri yaitu tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variable lainnya. (Sugiyono 2013:1).


Sumber Data
Pemanfaatan informan bagi peneliti ialah agar dalam waktu yang relative singkat banyak informasi yang terjangkau karena informasi dimanfaatkan untuk berbicara, bertukar pikiran atau membandingkan suatu kejadian yang ditemukan dari subjek lainnya. Jenis data dalam hal ini didapatkan melalui sumber data sebagai berikut :
1.    Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden atau ada hubungan dengan objek melalui tanya jawab atau wawancara secara langsung dengan mengunakan pedoman wawancara sesuai dengan fokus penelitian yang penulis teliti.
2.    Data Sekunder adalah data yang telah lebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang atau instansi diluar dari penelitian sendiri, walaupun yang dikumpulkan itu sesungguhnya adalah data asli. Penulisan diperoleh melalui sumber informasi, yakni :
a.    Dokumen – dokumen, arsip – arsip dan laporan – laporan.
b.    Buku – buku referensi yang terdapat di perpustakan sesuai dengan fokus penelitian.
Sugiyono (2013 : 53-54) teknik Purposive Sampling adalah menentukan subjek/objek sesuai tujuan, teknik sampling ini digunakan dengan pertimbangan pribadi yang sesuai dengan topik penelitian, peneliti memilih subjek/objek sebagai unit analisis yang berdasarkan kebutuhannya dan menganggap bahwa unit analisi tersebut representatif. Adapun sumber data yakni key informan adalah kepala Sub Bidang Penataan Hukum Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kaltim dan Regional Coordinator Samarinda (dari PT. Surveyor Indonesia ) dan Akademisi.


Teknik Pengumpulan Data
Ada tiga proses kegiatan yang di lakukan  oleh peneliti dalam rangka pengumpulan data (Moleong 2007:168). Adapun proses yag di maksud, yaitu :
1.    Proses Memasuki Lokasi penelitian (Getting In).
2.    Ketika Berada di Lokasi Penelitian (Getting Along)
3.    Mengumpulkan data (Logging The Data).
a.    Observasi.
b.    Interview
c.    Dokumentasi


Analisis Data
Dalam analisis penelitian ini, peneliti menggunakan teknis analisis data  Milles dan Huberman (2007:18) yaitu pengumpulan data, reduksi atau penyerderhanaan data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.


  
D. PEMBAHASAN

· Gambaran Umum Kota Samarinda
Kota Samarinda merupakan Ibukota Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Kutai Kartanegara. Luas wilayah kota Samarinda adalah 718,00 km2 dan terletak antara 117°18’00” bujur timur dan 117°18’14” bujur timur serta diantara 00°19’02” lintang selatan dan 00°42’34” lintang selatan.
Berdasarkan Peraturan Daerah No 2 Tahun 2010 Tentang Pembentukan Kecamatan Sambutan, Kecamatan Samarinda Kota, Kecamatan Sungai Pinang dan Kecamatan Loa Janan Ilir, maka Wilayah Kota Samarinda terbagi menjadi 10 (sepuluh) dan 53 kelurahan.


· Iklim dan Hidrologi Kota Samarinda
Kondisi klimatologi kota samarinda menurut BMKG temindung, suhu minimum berkisar antara 22,4°C dan suhu maksimum berkisar antara 35,2°C. Sedangkan kelembaban udara terendah untuk Kota Samarinda rata-rata berkisaran sekitar 78% dan kelembaban tertinggi berkisaran sekitar 84%. Kota Samarinda yang beriklim tropis, hujan sepanjang tahun dengan curah hujan terendah 95,2 mm/th dan curah hujan tertinggi 388,6 mm/th. Kecepatan angin terendah berkisaran 2,1 knot dan tertinggi berkisaran sekitar 8,7 knot. Sungai-sungai yang melintasi Kota Samarinda memiliki pengaruh yang cukup besar pada perkembangan kota samarinda. Sekaligus berfungsi sebagai drainase primer dalam rangka pengendalian banjir serta tempat pembungan air hujan. Kota Samarinda merupakan salah satu Kota yang mempunyai posisi dekat dengan garis ekuator sehingga kondisi musim yang terjadi tidak berbeda dengan daerah lain di Indonesia. Berdasarkan data curah hujan yang ada di wilayah Kota Samarinda menunjukkan bahwa rerata hujan tahunan sebesar 2.021 mm dengan hari hujan tahunan sebanyak 146 hari. Hujan maksimum harian yang pernah terjadi di wilayah Kota Samarinda adalah 147 mm yang tercatat di stasiun Temindung. Hujan harian maksimum ini setara dengan kala ulang 10 tahunan. Berdasarkan kondisi yang ada tersebut di atas terindikasi bahwa wilayah Kota Samarinda mempunyai rerata hujan yang cukup tinggi. Tingginya curah hujan ini akan sangat mempengaruhi kondisi banjir Kota Samarinda, apabila fasilitas drainase maupun fasilitas pengendali banjir yang lain belum mendukung.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Samarinda sudah memetakan sejumlah titik rawan bencana di 2016 ini seiring dengan maraknya pengupasan lahan dan pembangunan perumahan yang bisa mengakibatkan banjir. Seiring dengan mulai datangnya musim hujan dengan intensitas tinggi saat ini BPBD pun ikut siaga.“Daerah-daerah kawasan langganan banjir, longsor dan pohon tumbang, dipastikan tetap dan tidak berpindah bahkan titik dan lokasinya dimungkinkan bertambah. Lubang-lubang bekas galian tambang pun yang belum direklamasi bisa menjadi penyebabnya. Sekedar diketahui berdasarkan dari data yang dihimpun Koran Kaltim pada Rabu (13/4) kemarin, hampir sebagian kota Samarinda terendam banjir saat hujan deras mengguyur Rabu (13/4) diantaranya simpang empat Lembuswana, di Jl. I.r H. Juanda tepatnya di jembatan layang atau fly over, Teluk Lerong, Jl Dr Soetomo, Gunung Kapur, Jl DI Panjaitan dan Jalan Padat Karya.


· Penyebab Banjir di Samarinda
Kota Tepian selalu tergenang ketika hujan deras. Meminjam data milik Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Samarinda, terdapat lebih 500 titik banjir yang tersebar di seantero kota. Titik rawan terbanyak ada di kawasan Kecamatan Sungai Pinang. Ada beberapa faktor penyebab banjir di Samarinda, seperti :
1.    Pasang-surut Sungai Mahakam
Pengaruh air pasang, Pasang air laut juga mempunyai efek yang berarti pada masalah banjir, khususnya jika puncak banjir bersamaan dengan air pasang tinggi. Sungai Mahakam sangat berpengaruh terhadap kelancaran aliran anak-anak sungainya, yang mana terdapat beberapa anak sungai Mahakam yang berada di Kota Samarinda seperti sungai Karangmumus, sungai Karang Asam Besar dan Karang Asam Kecil, sungai Loa Bakung, sungai Sambutan, dan sungai-sungai yang lain. Pasang naik sungai Maraca tertinggi mencapai 1,35 m, hal ini sangat berpengaruh terhadap kelancaran anak sungai Mahakam dan saluran-saluran drainase yang pada umumnya di wilayah Samarinda mempunyai kemiringan dasar saluran yang landai.
2.    Pendangkalan anak sungai
Mencermati secara fisik aliran air yang ada di sungai yang melintas Kota Samarinda terlihat pada saat musim penghujan atau sesaat setelah terjadi hujan warna air yang mengalir di sungai terlihat coklat ke hitam-hitaman. Kondisi ini mengindikasikan bahwa terdapat konsentrasi sedimen yang cukup tinggi. Selain sedimentasi di sungai indikasi tingginya tingkat erosi di DAS dapat dilihat di saluran-saluran drainase yang masuk sungai alam. Banyak saluran drainase yang menyempit bahkan ada yang sudah tidak dapat berfungsi karena sedimentasi di saluran drainase.
3.    Kondisi gunung telah banyak dikupas
Pembukaan lahan pertambangan batubara di beberapa lokasi perbukitan juga menyebabkan hilangnya vegetasi penutup lahan, selain terjadi limpasan sesaat yang cukup tinggi bila hujan turun juga sedimentasi akibat pembukaan lahan (land clearing), sehingga akan menambah beban sedimen baik itu di sungai maupun saluran drainase. Banyak comtoh alokasi di DAS yang telah mengalami perubahan seperti di DAS Karangmumus, dimana di sub DAS sungai Binangat di daerah hulu DAS telah dilakukan penambangn batubara. Penambangan ini telah merubah daerah peruntukan DAS yang semula sebagai perkebunan/ladang menjadi daerah terbuka, sehingga akan sangat memepngaruhi nilai koefisien resapan DAS. Selain di DAS Karangmumus juga di sub DAS Karang Asam Besar, juga di daerah hulu terdapat pertambangan batubara.
4.    Daya serap berkurang
Berkaitan dengan morfologi sungai di wilayah Kota Samarinda banyak terdapat daerah-daerah cekungan dimana daerah tersebut pada awlanya sebagai daerah retarding basin, namun saat ini daerah tersebut telah berubah menjadi daerah pemukiman penduduk. Dengan perubahan peruntukan ini secara awam daerah tersebut dikategorikan sebagai daerah rawan banjir, padahal berdasar morfologi sungai daerah tersebut sebagai daerah retarding basin. Banyak lokasi retarding basin yang telah berubah fungsi yaitu daerah Gunung Lingai yang merupakan lokasi retarding basin sungai Karangmumus dan Sungai Sempaja. Lokasi ini telah berubah menjadi daerah pengembangan permukiman dan sebagai daerah pertokoan. Daerah rawa di sekitar Jl. Jakarta – Loa Bakung yang saat ini telah berubah menjadi lokasi permukiman dimana secara alami fungsi daerah tersebut sebagai retarding basin sungai Loa Bakung.
5.    Sistem drainase belum selesai dibenahi
Daerah layanan drainase Kota Samarinda saat ini sudah cukup luas, namun yang menjadi permasalahn adalah kapasitas dari saluran drainase yang semakin mengalami penurunan. Dari pengamatan di lapangan merupakan penyebab utama berkurangnya kapasitas alir saluran. Meskipun kepadatan saluran drainase yang ada di Kota Samarinda secara umum telah mencukupi namun dari hasil pengamatan lapangan didapati kapasitas saluran yang tidak memadahi. Sebagai contoh adalah saluran drainase di daerah Temindung, saluran drainase Jl. Cendana, saluran drainase Jl. Kadrie Oening, Jl. Suryanata, Jl. Slamet Riyadi, dan lainnya. Saluran drainase tersebut selain kapasitasnya terlalu kecil juga beban sedimen yang tinggi.

Tabel. 7 Sungai Mempunyai Potensi Banjir
No
Nama sungai
Luas sungai
1
Sungai Karangmumus
320 km²
2
Sungai Karangmumus Kecil
16,7 km²
3
Sungai Karangmumus Besar
58,7 km²
4
Sungai Loa Bakung
14 km²
5
Sungai Loa Janan
53,1km²
6
Sungai Rapak Dalam
10,2 km²
Sumber data : Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Samarinda

· Drainase
Drainase yang berasal dari bahasa Inggris drainage mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Dalam bidang teknik sipil, drainase dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan / lahan, sehingga fungsi kawasan / lahan tidak terganggu.

Saat ini sebagian besar wilayah berkembang di Kota Samarinda telah terlayani oleh jaringan drainase. Konstruksi saluran drainase yang ada sebagian sudah berupa saluran dengan pasangan batu dan sebagian saluran tanpa konstruksi batu atau saluran tanah. Berdasarkan data survey yang pernah dilakukan dalam studi Penyusunan Outline rencana Induk Drainase Kota Samarinda panjang saluran drainase Kota Samarinda adalah 303.112,40 Km yang terdiri dari saluran dengan pasangan batu sepanjang 104.149,40 Km dan saluran tanpa pasangan 198.963,00 Km. Dari panjang saluran drainase yang ada di Kota Samarinda banyak saluran yang sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya bahkan sudah tidak berfungsi sebagai saran pamatusan air limpasan permukaan.

Beberapa masalah yang terkait dengan saluran drainase Kota Samarinda seperti banyak saluran drainase yang pada saat perencanaan dahulu didesain mampu untuk mengalirkan air dari daerah tangkapan air namun sekarang kapasitas yang direncanakan tersebut sudah tidak mampu lagi. Dalam permasalahan ini kapasitas desain sudah tidak sesuai dengan debit limpasan yang terjadi.

Hambatan utilitas kota juga merupakan salah satu permasalahan besar dalam sistem drainase Kota Samarinda. Banyak utilitas kota yang menghambat laju aliran drainase bahkan mengurangi kapasitas alir saluran drainase. Contoh yang mudah ditemui adalah adanya tiang listrik PLN yang berada di dalam alur saluran drainase seperti pada saluran drainase Jl. P. Antasari. Pipa air minum juga merupakan salah satu penghambat laju aliran dan mengurangi kapasitas saluran, khusus untuk pipa air minum biasanya akan menghambat laju aliran yang akan masuk gorong-gorong. Pemasangan pipa air khusus yang melintasi goronggorong sepertinya tidak memperhitungkan dimensi dari gorong-gorong ataupun box culvert. Akibat dari kecerobohan ini pemasangan pipa tersebut tidak hanya menghambat laju aliran namun juga mengurangi kapasitas dimana akibat dimensi pipa tersebut maupun akibat sampah yang menyangkut pada piapa air tersebut.


· Klasifikasi Drainase
1.    Drainase Sistem Polder
Drainase sistem polder adalah sistem penanganan drainase perkotaan dengan cara mengisolasi daerah yang dilayani (catchment area) terhadap masuknya air dari luar sistem, baik berupa limpasan (over flow) maupun di bawah permukaan tanah (gorong-gorong dan rembesan), serta mengendalikan ketinggian muka air banjir di dalam sistem sesuai dengan rencana. Drainase sistem polder digunakan apabila penggunaan drainase sistem gravitasi sudah tidak dimungkinkan lagi, walaupun biaya investasi dan operasinya lebih mahal. Drainase sistem polder akan digunakan untuk kondisi sebagai berikut:
1.    Elevasi/ketinggian muka tanah lebih rendah daripada elevasi muka air laut
pasang, pada daerah tersebut sering terjadi genangan akibat air pasang (rob).
2.    Elevasi muka tanah lebih rendah daripada muka air banjir di sungai (pengendali banjir) yang merupakan outlet dari saluran drainase kota.
3.    Daerah yang mengalami penurunan tanah (land subsidence), sehingga daerah yang semula lebih tinggi dari muka air laut pasang maupun muka air banjir di sungai pengendali banjir diprediksikan akan tergenang akibat air laut pasang maupun backwater (aliran balik) dari sungai pengendali banjir.
Pengisolasian dapat dilakukan dengan penanggulan atau dengan mengelakkan air yang berasal dari luar kawasan polder. Air di dalam polder dikendalikan dengan system drainase, atau kadang-kadang dikombinasikan dengan sistem irigasi. Dengan demikian, polder mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
1.      Polder adalah daerah yang dibatasi dengan baik, dimana air yang berasal dari
luar kawasan tidak boleh masuk, hanya air hujan (dan kadang-kadang air rembesan) pada kawasan itu sendiri yang dikumpulkan.
2.       Dalam polder tidak ada aliran permukaan bebas seperti pada daerah tangkapan air alamiah, tetapi dilengkapi dengan bangunan pengendali pada pembuangannya (dengan penguras atau pompa) untuk mengendalikan aliran keluar.
3.      Muka air di dalam polder (air permukaan maupun air bawah permukaan) tidak bergantung pada permukaan air di daerah sekitarnya dan dinilai berdasarkan elevasi lahan, sifat-sifat tanah, iklim dan tanaman.
Komponen-komponen yang harus ada pada sistem polder meliputi :
1.      Tanggul keliling dan/atau pertahanan laut (sea defense) atau konstruksi
isolasi lainnya.
Tanggul keliling dalam sistem drainase polder memiliki kesamaan fungsi dengan pintu air, yaitu untuk mengisolasi atau memproteksi daerah tangkapan (catchment area)/pembatas hidrologi sistem polder terhadap masuknya air banjir dari luar maupun dari pengaruh air laut (pasang surut dan gelombang), baik yang melalui permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah. Pada daerah datar, khususnya daerah pantai, sering dihadapi kondisi  saluran drainase mempunyai pembuangan (outlet) di badan air yang muka airnya berfluktuasi. Saluran drainase yang membuang langsung ke laut dipengaruhi oleh pasang surut, sedangkan drainase yang membuang ke saluran pengendalibanjir dipengaruhi oleh tinggi banjir. Pada kondisi air di hilir tinggi, baik akibat pasang maupun air banjir, maka air dari drainase tidak dapat mengalir ke pembuang, bahkan dimungkinkan terjadi aliran balik. Pada ujung saluran drainase perlu dilengkapi dengan bangunan pengatur berupa pintu pengatur untuk menghindari terjadinya aliran balik. Ada dua kelompok pintu pengatur, yaitu pintu manual dan pintu otomatis. Penggunaan pintu manual untuk sistem drainase atau pengendalian banjir banyak kekurangannya, yaitu:
1.       Air pasang atau banjir dapat terjadi kapan saja dan sering terjadi tengah
malam. Pada saat itu, operator pintu sering ketiduran.
2.      Pada pintu ukuran besar, pembukaan secara manual sangat memakan waktu dan kemungkinan bisa kalah cepat dengan datangnya banjir.


2.       Sistem drainase lapangan (field drainage system).
Sistem drainase lapangan (lahan) disebut juga sistem minor, sedangkan system pembawa dan penguras disebut sistem utama (mayor). Sistem pembawa terdiri dari saluran tersier, sekunder, dan primer. Keempat komponen dalam system drainase harus direncanakan secara terpadu, tidak ada artinya membuat system lapangan (lahan) yang bagus dan penguras yang handal dengan kapasitas yang besar jika sistem pembawanya tidak mampu menyalurkan air dari lapangan (lahan) ke penguras. Titik awal dalam perencanaan sistem drainase adalah tingkat lapangan (lahan), perencanaan bagian-bagian yang lain tergantung pada keluaran yang diperoleh dari lapangan (lahan). Sistem drainase lapangan didesain sebagai sistem minor yang berfungsi menangkap air (interceptor drain), sedangkan system pembawa dan outfall sebagai sistem induk.

3.      Sistem pembawa (conveyance system).
Sistem pembawa terdiri dari saluran tersier, sekunder, dan primer, berfungsi untuk menyalurkan genangan yang terjadi pada daerah tangkapan yang terletak di dalam sistem polder kekolam penampung dan ke stasiun pompa, sedangkan kondisi badan air penerima di luar kawasan drainase harus juga dipertimbangkan. Kesulitan mungkin muncul berkaitan dengan pengaruh air balik pada sistem yang mengandalkan sistem gravitasi, pengendapan sedimen (seperti delta), energi yang terbatas khususnya dalam drainase pasang surut. Sistem pembawa harus menjamin dapat menampung debit banjir maksimum dan ketinggian muka air banjir disepanjang saluran drainase dan diusahakan selalu dibawah permukaan tanah diseluruh daerah tangkapan drainase system polder termasuk pada daerah cekungan dengan tinggi jagaan tertentu. Slope (kemiringan) dasar saluran dan muka air ditentukan berdasarkan slope muka tanah rata-rata, ketinggian dasar saluran tergantung pada ketinggian muka air banjir dan kedalaman air yang dipakai.

4.      Kolam penampung dan stasiun pompa (outfall system).
Kolam penampungan (retensi) adalah suatu bangunan atau konstruksi yang berfungsi untuk menampung sementara air banjir atau hujan dan sementara itu sungai induknya tidak dapat menampung lagi debit banjir yang ada. Perencanaan kolam penampungan ini dikombinasikan dengan pompa sehingga pembuangan air dari kolam penampungan bisa lebih cepat. Untuk mengantisipasi agar kolam penampungan tidak meluap melebihi kapasitasnya maka petugas yang mengoperasikan pompa harus selalu siap pada waktu hujan. Suatu daerah dengan elevasi muka tanah yang lebih rendah dari muka air laut dan muka air banjir di sungai menyebabkan daerah tersebut tidak dapat dilayani oleh drainase sistem gravitasi. Maka daerah tersebut perlu dilengkapi dengan stasiun pompa. Pompa ini berfungsi untuk membantu mengeluarkan air dari kolam penampung banjir maupun langsung dari saluran drainase pada saat air tidak dapat mengalir secara gravitasi.

5.      Badan air penerima (recipient waters)
Badan air penerima (recipient waters) berfungsi sebagai tempat akhir buangan drainase dari sistem drainase polder berasal dari sistem pembawa (confeyance system) berfungsi untuk menyalurkan genangan pada daerah tangkapan yang terletak di dalam sistem polder kekolam penampung dan ke stasiun pompa (outfall system). Badan air penerima (recipient waters) dalam sistem polder terletak diluar sistem drainase seperti : sungai utama (main drain)/sungai banjir kanal (dari stasiun pompa dibuang ke sungai utama) , laut (dari stasiun pompa langsung dibuang kelaut).
Kelima komponen sistem polder harus direncanakan secara integral, sehingga sistem dapat bekerja secara optimal. Tidak ada artinya membangun sistem drainase lapangan dan outfall yang sempurna dengan kapasitas tinggi, jika saluran pembawa tidak cukup mengalirkan air dari lapangan ke outfall, demikian juga sebaliknya.


· Upaya pemerintah Kota Samarinda Dalam Mengatasi Banjir
Salah satu tindak lanjut dari strategi pengendalian banjir Kota Samarinda lebih difokuskan lagi menjadi Konsep Teknis Penanganan Banjir Kota Samarinda dibagi dalam tiga tahap, yaitu Jangka Pendek (2004-2005), Jangka Menengah (2005-2010), dan Jangka Panjang (2010-2015). Pembagian kegiatan berdasarkan jangka waktu ini memungkinkan untuk bergeser menyesuaikan dengan ketersediaan dana dan kondisi sosial yang berkembang di masyarakat. Konsep penanganan ini dikembangkan berdasarkan penyebab banjir di Kota Samarinda.
1.    Penanganan jangka pendek, adalah kegatan-kegiatan untuk mengendalikan banjir akibat hujan lokal di lokasi prioritas dan meningkatkan kesadaran dan keterlibatan masyarakat pada masalah pengendalian banjir
2.    Penanganan jangka menengah, adalah untuk mengendalikan banjir dari daerah hulu dan penataan DAS dari sungai-sungai yang melintas Kota Samarinda,
3.    Penanganan jangka panjang, adalah untuk mengendalikan pasang-surut Sungai Mahakam. Program prngendalian banjir Kota Samarinda yang telah dicanangkan oleh Pemerintah saat ini telah berjalan hampir dua tahun anggaran.
Bedasarkan program yang telah direncanakan yang terbagi dalam tiga periode yaitu jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang, dijabarkan dalam beberapa kegiatan utama yaitu :
1.    Rencana Kegiatan Non Fisik (Makro dan Mikro)
2.    Institutional dan Legal Aspek
3.    Rencana Kegiatan Fisik Penanganan Sistem Mikro
4.    Rencana Kegiatan Fisik Penanganan Sistem Makro
5.    Pengadaan dan Pemeliharaan
6.    Rencana Kegiatan Fisik Penanganan Konservasi Institusi pelaksana yang bertanggungjawab atas terlaksananya program pengendalian banjir tersebut adalah :
1.    Pemerintah Kota Samarinda
2.    Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur
3.    Pemerintah Pusat
4.    Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Samarinda
Instansi pelaksana di bawah Pemerintah Kota Samarinda antara lain Dinas Pekerjaan Umum Sub Dinas Binamarga dan Pengairan, Kimbangkot, dan Bappedalda Kota Samarinda. Sedangkan untuk instansi pelaksana tingkat propinsi adalah Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Sub Dinas Pengairan, DPU Cipta Karya, dan Dinas Kehutanan. Sedangkan instansi pelaksana tingkat pusat dilaksanakan oleh Dinas PU Pengairan dan Proyek Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai Kalimantan Timur. Berdasarkan sistem pendanaan program terbagi dalam tiga sumber dana yaitu melalui mekanisme :
1.      Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Samarinda (APBD II)
2.      Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Propinsi Kalimantan Timur (APBD I)
3.      Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
4.      Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat merupakan proses teknis untuk memberi kesempatan dan wewenang lebih luas kepada masyarakat, agar masyarakat mampu memecahkan berbagai persoalan bersama-sama. Pembagian kewenangan ini dilakukan berdasarkan tingkat keikutsertaan (Level Of Infolvement) masyarakat dalam kegiatan tersebut. Partisipasimasyarakat bertujuan untuk mencari solusi permasalahan lebih baik dalam suatu komunitas, dengan membuka lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk memberi kontribusi sehingga implementasi kegiatan berjalan lebih efektif, efisien, dan berkelanjutan.


Dalam kondisi tersebut, pemerintah sudah mengusahakan sejumlah hal. Anggaran penanganan banjir setiap tahun pasti ada. Tahun ini, jumlahnya menurun dari tahun sebelumnya, karena kondisi keuangan yang memang kurang. Anggaran banjir 2016 menggunakan dana subsidi Pemprov Kaltim dan APBN,” terang mantan kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Samarinda. Dikonfirmasi terpisah, Kabid Pengendalian Banjir, Dinas Bina Marga dan Pengairan (DBMP) Samarinda Desy Damayanti mengatakan, sebelum penanganan banjir, mesti ada analisis lokasi. “Setiap penyebab banjir, berbeda pula cara penanganannya. Hanya, dari ratusan titik banjir di Samarinda, soal sedimentasi drainase menjadi penyebab dominan. Saluran air mendangkal akibat tertutup tanah, pasir, hingga sampah. Langkah jangka pendek yang mereka lakukan kini yakni memberdayakan 125 orang tim satuan tugas (satgas) hantu banyu. “Karena pengurangan anggaran, jumlah itu berkurang. Tahun lalu berjumlah 175 orang,” papar Desy. Untuk operasional dan swakelola tim hantu banyu saja, pemerintah menggelontorkan Rp 5 miliar. Dana tersebut berasal dari APBD Samarinda. Sembari itu, pihaknya memaksimalkan keberadaan watermaster dan ekskavator amfibi untuk membenahi aset penampung air seperti polder.“Pemkot telah menyiapkan masterplan pengendalian dan penanggulangan banjir untuk jangka panjang.

  

E. SIMPULAN
Kota Samarinda adalah wilayah yang sering tergenang banjir ketika hujan deras. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kualitas drainase yang sudah tidak memadai. Buruknya drainase tersebut disebabkan oleh faktor alamiah seperti sedimentasi tanah yang tinggi pada saluran drainase, selain itu tindakan manusia seperti membuang sampah sembarangan. Kualitas drainase yang seperti ini sangat mempengaruhi sistem poder dalam pengendalian banjir di Samarinda. Seperti yang kita ketahui di dalam sistem polder terdapat infrastruktur yang mendukungnya, seperti    konstruksi isolasi, drainase, kolam penampung dan stasiun pompa. Apabila drainase di Kota Samarinda sudah tidak memadai maka akan mengganggu kelancaran dari sistem polder. Dampaknya adalah genangan air ketika hujan deras tidak secara konsisten mengalir ke drainase. Untuk mengatasi masalah banjir, pemerintah Kota Samarinda sudah memfokuskan pada penanganan jangka pendek, penanganan jangka menengah, dan penanganan jangka panjang.

Di samping itu pemerintah juga perlu memperbaiki sistem polder yang ada, misalnya difungsikannya beberapa pompa di dalam kolam penampungan agar kelebihan air yang ada lebih cepat mengalir ke sungai yang lebih besar. Selain upaya dari pemerintah, diharapkan adanya partisipasi dari masyarakat seperti membiasakan membuang sampah pada tempatnya, melakukan gotong royong untuk membersihkan sedimentasi tanah pada saluran drainase dsb. Karena masalah banjir adalah masalah bersama, maka akan lebih efektif jika semua pihak saling bekerjasama dan peduli terhadap keadaan lingkungan sekitar untuk Kota  Samarinda yang lebih baik di masa yang akan datang.



DAFTAR PUSTAKA
ü  Hasibuan, Malayu S.P. 2005. Manajemen dasar, pengertian dan masalah. PT Bumi  Aksara. Jakarta
ü  Irianto, 2006. Pengelolaan Sumber Daya Lahan dan Air, Agro Inovasi, Jakarta.
ü  Tim penyusun kamus bahasa indonesai . 2008 kamus bahasa Indonesia. Jakarta : pusat bahasa.
ü  Sugiyono. 2010. Metodologi Penelitian Administrasi.  Bandung. Alfabeta.
ü  Sugiyono,  2013. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung. Alfabeta
ü  Pasalong, Harbani 2012. Metode Penelitian Administrasi Publik.. Bandung. Alfabeta.
ü  Dokumen-dokumen :
ü  LAKIP 2013 Dina Bina Marga dan Pengairan Kota Samarinda
ü  Rencana Strategi (renstra ) Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Samarinda
ü  Data daerah rawan banjir dari Bappeda Kota Samarinda
ü  Koran :
ü  Koran.Kaltim Post








Komentar