Gerakan
Terorisme Merobohkan Perekonomian Negara
ISIS
atau yang biasa kita kenal sebagai Islamic State of Iraq and Syiria adalah
sebuah organisasi teroris yang sedang mendunia saat ini. Kelompok yang dipimpin
oleh Abu Bakr al-Baghdadi ini
berpusat di Raqqa, Syiria. Kelompok ekstrimis ini bertujuan untuk mendirikan
Negara islam di tanah Iraq dan Syiria. Baru-baru ini kelompok tersebut
menyebarkan paham radikalisnya ke berbagai Negara termasuk wilayah asia
tenggara. Hal ini meyebabkan munculnya kelompok serupa semacam kelompok Abus
Sayyaf di Filipina dan Jamaah Ansharut
Daulah (JAD) di Indonesia yang berbaiat kepada ISIS.
Nama terakhir baru-baru ini bahkan menyebabkan teror yang
masih segar untuk diingat. Serangan bom bunuh diri pada tanggal 13-14 Mei 2018
di Surabaya yang menyasar rumah ibadah dan kantor polisi ini menewaskan 28
orang dan melukai 57 orang lainnya. Parahnya, para pelaku juga membawa serta
keluarganya untuk “Syahid”.
JAD memang bukan teroris satu-satunya yang pernah ada di
Indonesia. Tercatat nama besar seperti Dulmatin, Umar Patek, dan Amrozi pernah
membuat Indonesia berduka akibat aksi terornya yang memakan korban jiwa yang
tidak sedikit. Kasus teroris bahkan selalu ada tiap tiga tahun terakhir.
Tercatat 9 kasus teroris besar yang menyasar fasilitas umum dan kantor penegak
hukum. Teroris merupakan salah satu hal yang dapat merugikan banyak pihak. Hal
yang sudah pasti adalah terganggunya keamanan masyarakat dan kestabilan Negara,
sosial, maupun ekonomi. Dalam bidang keamanan bila disambungkan dengan sosial
akan timbulnya rasa tidak aman dan rasa curiga terhadap suatu kelompok maupun
agama tertentu. Tentunya ini akan menimbulkan kerugian tersendiri terhadap
Bhineka Tunggal Ika-nya Indonesia.
Dalam bidang ekonomi pun teroris dapat menimbulkan efek
domino terhadap jalannya perekonomian Negara. Ada banyak kajian terkait
pengaruh terorisme terhadap perekonomian, khususnya di Negara berkembang.
Penelitian terbaru disampaikan oleh peneliti di Bank Sentral Amerika Serikat
Negara Bagian St. Louis AS, Subhayu Bandyopadhyay dan guru besar ekonomi di
American University of Sharjah Uni Emirates Arab Javed Younas. Pada hasil
penelitian terhadap 12 negara yang menderita terorisme sepanjang 2001-2002,
peneliti menyimpulkan terorisme dapat menyebabkan kerentanan di Negara yang
menjadi target. Kerentanan ini sangat merusak perdagangan maupun investasi
asing langsung atau yang dikenal sebagai Foreign Direct Investment.
Di Indonesia sendiri, kasus teroris sedikit banyaknya
berdampak terhadap jalannya perekonomian. Bisa kita ambil contoh dampak Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) setelah terjadinya bom Bali I yang terjadi pada
tanggal 12 Desember 2002. Keesokan harinya IHSG ditutup melemah tipis -0.67%
pada level 391.22. hal yang sama terulang kembali pada saat Gereja Oikumene
Samarinda 13 November 2016 dibom IHSG ditutup turun 2.22% pada level 5115.74%.
Rupiah pun merespon akibat adanya serangan teroris ini. Misalnya pada kejadian
bom Thamrin, sebelum kejadian pada pagi harinya rupiah masih berada pada angka
13.800 rupiah per dolar amerika. Namun hanya dalam waktu 5 jam setelah kejadian
rupiah anjlok di angka 14.090 per Dolar Amerika. Teroris juga menjadi sebab
utama klub besar Manchester United tidak jadi datang ke Indonesia. Hal ini
disebabkan 2 hari sebelum mereka ke Indonesia, hotel tempat mereka menginap,
Hotel Ritz-Carlton, diguncang bom yang didalangi Nurdin M Top. Hal itu
menyebabkan klub kota Manchester tersebut memutuskan batal datang ke Indonesia.
Hal ini tentu merugikan Negara yang dapat mendapatkan pemasukan, baik dari
tiket maupun visa fans yang datang dari luar negeri. Hal ini tentu dapat
menyebabkan angka wisatawan kita menurun. Di bali juga, meskipun tidak bertahan
lama dan wisatawan kembali datang kesana. Dana pemerintah pun akhirnya tersedot
untuk menanggulangi tindak terorisme. Biaya untuk perawatan korban luka dan
korban meninggal, biaya memperbaiki fasilitas yang dirusak para teroris
tentunya menyedot dana Negara yang
seharusnya bisa dialihkan ke subisidi untuk mensejahterakan masyarakat.
Terorisme yang menyebakan kerugian bukan hanya terhadap
masyarakat dan negara, tetapi juga terhadap aspek-aspek didalamnya harus
diberantas dengan tindakan tegas. Peran serta intelejen polisi dibantu dengan
peran masyarakat didalam menghapuskan segala aksi terorisme haruslah nyata.
Agar tidak ada lagi kerugian yang tidak perlu dialami oleh Negara tercinta kita
ini.
Komentar
Posting Komentar