OPTIMALISASI PEMBERDAYAAN USAHA KECIL DAN MENENGAH ( UMKM ) MELALAUI POTENSI LOKAL KALTIM


Perekonomian di Indonesia tidak dapat terlepas dari sektor UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) yang menjadi fondasi bagi peningkatan perekonomian di tanah air. Pesatnya pertumbuhan industri kreatif yang tergolong dalam sektor tersebut setiap tahunya menimbulkan persaingan bisnis yang kompetitif. UMKM yang awalnya hanya menciptakan produk atau jasa, kini harus muncul di permukaan dan diakui oleh masyarakat untuk tetap bertahan, berkembang dan memajukan usahanya. Sektor ini mampu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak dan telah berkontribusi besar pada pendapatan daerah maupun pendapatan negara.
UMKM memegang peranan yang sangat besar dalam memajukan perekonomian Indonesia.Selain sebagai salah satu alternatif lapangan kerja baru, UMKM juga berperan dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi pasca krisis moneter tahun 1997 di saat perusahaan-perusahaan besar mengalami kesulitan dalam mengembangkan usahanya.Saat ini, perlu dikembangkan sebuah inovasi agar eksistensi dari UMKM dapat terjaga dan tetap bertahan di Indonesia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan optimalisasi pemberdayaan UMKM berbasis potensi lokal yang unggul melalui pengembangan kemitraan yang superior dengan teknologi mandiri dan kompetitif. Hal tersebut dimaksudkan selain untuk mempertahankan eksistensi dari produk UMKM, juga sebagai upaya peningkatan ekonomi bangsa. Selain itu, melalui hadirnya kemitraan yang superior diharapkan dapat meningkatkan produktivitas, jaminan kualitas dan kuantitas, serta meningkatkan ketahanan ekonomi secara nasional.
Pertumbuhan ekonomi nasional sangat ditentukan oleh dinamika perekonomian daerah, sedangkan perekonomian daerah pada umumnya ditopang oleh kegiatan ekonomi bersakala kecil dan menengah. Unit usaha yang masuk dalam kategori Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan urat nadi perekonomian daerah dan nasional. Runtuhnya biaya batu bara di 2015-2016 memberikan dampak yang signifikan pada pertumbuhan ekonomi di Kaltim. Pertumbuhan ekonomi Kaltim di dua tahun itu jadi minus. ubuh Pusat Statistik (BPS) Kaltim mencatat, pertumbuhan UMKM di triwulan kedua tahun kemudian menjalani peningkatan sebanyak 10,3 persen sehingga semenjak tahun 2016 laju perkembangannya mencapai 26.09 persen. Jumlah UMKM berdasarkan skala usaha (unit) tahun 2015 sebesar 446.454 unit dan pada tahn 2016 naik ebesar 1,49% atau sejumlah 453,097 unit UMKM ( Bappeda Kaltim, unit penginput Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperdasi dan Usaha Kecil Menengah ) masih pada data yang sama menunjukan UMKM juga berdampak positif pada penyerapan tenaga kerja terbukti pada tahun 2016 sejumalah 1.064.107 tenaga kerja yang sudah terserap. UMKM cukup menyumbangkan angka yang bagus di angka 21,50 persen dalam kontribusi olahan non migas terhadap PDRB. Namun, melihat kondisi realita potret UMKM di Kaltim terkhusu pada sektor industri kecil sepeerti usaha minuman teh ataupun makanan, yang bisa kita lihat di Jalan pramuka Samarinda bahwa masyarakat masih cenderung untuk mendirikan usaha yang sudah ada, hal ini lah yang kemudian akan menjadi kendala. Pada siklus hidup pruduk kita perlu mengetahui bahwa ada masa dimana produk terebut mengalami maturity atau pendewasaan, apabila pengusaha dalam sektor UMKM ini tidak dapat melihat hal ini maka penjualan produk akan menurun karna pada masa ini konsumen mengalami kejenuhan tentang produk yang dijualnya, kemudian banyaknya produk sama yang dijual dengan inovasilah yang kemudian akan memenangkannya. Kekreatifitasan pengusaha umkm dalam inovasi produk ini masih langka di temukan di Kaltim. Sebagian pengusaha Kaltim memang sudah memilki brand produk lokal yang memiliki daya jual di pasar seperti “ Cake Salak” yang ada di Balikpapan, dan usaha- usaha mikro kecil dan menengah lainnya di Kaltim suda ada namun dapat dikatakan sangat kecil dan jumlahnya hanya beberapa saja yang memilki bran produk tersendiri, sebagian besar usaha menjual produk yang sama dengan nama yang berbeda. Ciri khas daerah juga dapat menjadi alternatif lain dimana usaa tersebut akan terus berkembang. Jika menjadi pengusaha maka jadilah pengusaha yang cerdas kita harus bisa memutar otak untuk mengembangkan bisnis yang kita jalani. Makanan, minuman maupun jajanan tradisional ataupun khas daerah juga perlu menjadi perhatian bagi pelaku UMKM. Rendang Kaleng, Gudeg Kaleng merupakan beberapa contoh modifikassi makanan khas daerah yang kemudian disulap sehingga memiliki daya jual tinggi ini seharusnya dapat menjadikan contoh sekaligus inspirasi bagi pengusaha Kaltim dalam menginovasi dan memodifikasi makanan dengan mempertahankan ciri khas daerah. Dengan kata lain kekratifitasan dan inovasi produk sangat dibutuhkan agar usaha dapat bertahan jangka panjang.
Peran pemerintah dalam sosialisai serta pengadaan pelatihan dan pendidikan dalam pengelolaan produk harus diberikan. Selain itu, masyarakat harus aktif dalam mencari informasi mengenai lembaga pemodalan yang memberikan kredit usaha bagi pengusaha UMKM, hal tersebut untuk menghindari adanya kendala seperti pemodalan yang menjadi alasan kedua bagi masyarakat. Apabila pemerintah dan masyarakat dapat bersama sama bersinergi dalam meningkatkan upaya peningkatan pendirian UMKM demi membangun pertumbuhan ekonomi Kaltim maka akan dapat terealisasi.
Penggunaan aplikasi bisnis berbasis internet (e-commerce) sekarang juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dalam mengembangkan bisnis dan usahanya. Dengan menggunakan aplikasi tersebut pangsa pasar akan lebih luas, karena pengguna aplikasi tidak hanya terbatas pada daerah dimana usaha itu berdiri.
UMKM sebagai tulang punggung perekonomian kaltim telah terbukti mampu menjaga stabilitas ekonomi disaat krisis terjadi. Keberadaan UMKM di Kaltim berdasarkan skala usaha (unit) tahun 2015 sebesar 446.454 unit dan pada tahn 2016 naik ebesar 1,49% atau sejumlah 453,097 masih pada data yang sama menunjukan UMKM juga berdampak positif pada penyerapan tenaga kerja terbukti pada tahun 2016 sejumalah 1.064.107 tenaga kerja yang sudah terserap. UMKM cukup menyumbangkan angka yang bagus di angka 21,50 persen dalam kontribusi olahan non migas terhadap PDRB. UMKM juga memiliki berbagai hambatan dalam hal pengelolaan usahanya. Diantaranya permodalan, pengelolaan yang kurang profesional, kesulitan dalam persaingan usaha yang pesat, rendahnya tingkat inovasi pelaku UMKM, hingga bahan baku sukar diperoleh. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan melakukan optimalisasi pemberdayaan UMKM berbasis potensi lokal yang unggul melalui pengembangan kemitraan yang superior dengan teknologi mandiri dan kompetitif. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan ekonomi bangsa yang selanjutnya dapat membangun Indonesia sejahtera.

Komentar