Pembangunan Infrastruktur Menggunakan Tenaga Kerja Lokal


Pada APBD kuartal ke III di tahun 2018 sebsesar 3.5%, maka telah diprediksi bahwa tahun depan akan naik 2.5% - 2.9% yang memang lebih lambat dari tahun 2017. Mengapa kualitas SDM kita minim? Karena tenaga kerja kaltim menurut dinas pendidikan masih didominasi oleh SD, 17.1% SMP, 22.4% SMA, 12.48% SMK, 2.3% diploma, dan seterusnya. Dilihat dari penurunan tersebut diketahui tentang tenaga kerja lokal yang kurang berkompeten sehingga tenaga kerja yang banyak diserap berasal dari luar daerah, maka dari itu pemerintah kaltim menyiapkan 2000 tenaga kerja untuk pelatihan di Badan Latihan Kerja untuk bekerja di Mega Proyek perluasan pertamina. Tenaga kerja lokal perlu digunakan dengan tujuan untuk mengembangkan bakat /kemampuan SDM lokal, dengan catatan bahwa tenaga kerja telah terdidik dan terlatih terlebih dulu. Jika berbicara tentang kualitas maka tidak lepas dari IPM : pendidikan, angka melek huruf dan taraf hidup. 
Pemerintah bekerja sama dengan BLK yaitu sebannyak 5 BLK, di BLK dapat diketahui SDM mana yang memenuhi klasifikasi tersebut. BLK sudah mengadakan pelatihan seperti di pertamina yang 20% materi dan 80% pelatihan. Selain mengadakan pelatihan kerja perlu adanya sosialisasi bagaimana per tenaga kerja yang dibutuhkan oleh si pencari tenaga kerja seperti Mega proyek yang harus diperhatikan, apakah keuntungannya sesuai dengan nawacita Jokowi bahwa pembangunan infrastruktur perlu diutamakan. Pemerintah lebih mendukung perusahaan padat kerja akan tetapi keuangan menjadi faktor penghambat sehingga upah tenaga kerja mungkin rendah sedangkan penduduk kita sedikit yang mau bergaji rendah, maka dari itu kebanyakan pembangunan tersebut mengambil tenaga kerja diluar daerah yang berasal dari pedesaan. Dengan hal tersebut maka Pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan yang seimbang dan diimplementasikan, namun pemerintah juga perlu mengetahui SDM yang ada apakah sudah layak digunakan. Pelatihan yang bisa dilakukan untuk mengecek kemampuan SDM seperti screening, tes tulis dan semacamnya. Selain itu kebijakan pemerintah yang perlu diterapkan seperti membatasi imigran yang masuk ke Kalimantan Timur dengan tujuan untuk meminimalisir tenaga kerja ilegal dan pemanfaatan tenaga kerja lokal yang lebih maksimal. Di undang-undang jasa kontruksi pasal 33 salah satu menyebutkan bahwa 60% harus menggunakan tenaga kerja lokal dan 40% tenaga kerja lokal berada di luar daerah. Dalam upaya penerapan urbanisasi maka perlu diperhatikan jika mencoba menerapkan kebijakan Ahok yaitu dengan cara seseorang yang menjadi penduduk di Kaltim harus mendirikan usaha kemudian baru dapat diberikan kartu tanda penduduk (ktp). Dengan penerapan tersebut menjadi perhatian khusus bagi tenaga kerja lokal karena tenaga kerja lokal kita dapat dimanfaatkan, apabila tidak maka akan menimbulkan masalah. Secara tidak langsung pertumbuhan ekonomi juga akan meningkat. Dapat dilihat hal tersebut perlu menjadikan pemerintahan Kaltim untuk diperhatikan. Salah satunya bonus demografi  dan mega proyek yang akan dihadapkan pemerintah Kaltim. Bonus demografi tanpa adanya kualitas maka akan percuma, stock tenaga kerja yang banyak tanpa persiapan akan menambahkan pengangguran. Disisi lain menguntungkan karena dengan adanya banyak tenaga kerja maka akan membuat tenaga mempunyai semangat bersaing.
Indikator mengapa Indonesia masih menggunakan tenaga kerja asing karena budaya semangat bekerja lebih tinggi daripada di negara kita, maka masyarakat Indonesia untuk meningkatkan kualitas diri sendiri yaitu terjun ke masyarakat untuk upaya tidak kalah dengan tenaga kerja asing. Ketika permasalahan tenaga kerja asing mulai membludak maka lebih diarahkan bukan mencari pekerjaan, akan tetapi malah menciptakan lapangan pekerjaan. Kita tidak bisa tidak membutuhkan tenaga kerja asing karena Indonesia merupakan negara berkembang untuk meningkatkan kualitas SDM.

Komentar