Program Intervensi Assertive Training Terhadap Fenomena CyberBullying Yang Menjadi Ancaman Di Tengah Kemajuan Teknologi
Perkembangan
teknologi informasi yang semakin pesat di era globalisasi ini mampu mengubah
pola kehidupan masyarakat dalam hal pemenuhan informasi. Segala bentuk
informasi yang ada dapat menyebar secara cepat dan meluas ke berbagai penjuru
dunia. Salah satunya adalah internet. Internet merupakan media teknologi yang
sangat mudah dan cepat diakses oleh semua orang untuk mencari segala informasi
yang diinginkan. Adanya internet juga mendorong munculnya
berbagai media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan sebagainya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin berkembangnya media sosial ini malah
dijadikan sarana oleh sebagain orang untuk melakukan suatu tindak kejahatan.
Tindak kejahatan ini sering kita kenal dengan istilah cyberbullying. Cyberbullying merupakan
fenomena yang kerap kita jumpai di media sosial. Mulai dari kalangan anak-anak,
remaja bahkan sampai publik figure pun
pernah menjadi korban cyberbullying.
Di Indonesia sendiri yang paling banyak menjadi korban cyberbullying adalah remaja. Tak jarang hal tersebut memberikan
dampak yang cukup signifikan bagi korbannya. Melalui program intervensi dengan
teknik assertive training bertujuan
untuk membantu korban cyberbullying kembali
memperoleh ketrampilan sosial serta meningkatkan self-confidance atau rasa kepercayaan dirinya.
Cyberbullying merupakan
tindakan agresif yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang secara
sengaja dan berulang kali melalui media sosial dengan maksud untuk menyakiti orang
lain. Biasanya yang rentan menjadi korban cyberbullying
adalah mereka yang masih belum dewasa secara mental, seperti anak-anak
maupun mereka yang berusia remaja. Bentuk cyberbullying
ini sangat beragam, mulai dari mengunggah foto atau membuat postingan yang
mempermalukan korban, mengolok-olok korban, menghina hingga mengakses akun
jejaring sosial orang lain untuk mengancam korban. Hal ini dapat memberikan
dampak negatif bagi korban yaitu dapat menyerang psikis, rasa malu, tertekan
hingga depresi.
Berdasarkan
data Komisi Perlindungan Anak (KPAI) tahun 2018 untuk jumlah kasus pendidikan
sebanyak 161 kasus, jumlah tersebut terungkap data anak korban kasus kekerasan
dan bullying mencapai 22,4% dan anak pelaku kekerasan dan bullying mencapai
25,5%. Menurut Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, salah satu survey yang
ditemukan pada tahun 2017 menyebutkan bahwa anak berusia 12-17 tahun sekitar
84% mengalami kasus bullying. Kebanyakan kasus bullying yang ditemukan adalah cyberbullying.
Fenomena
cyberbullying yang terjadi belakangan
ini adalah kasus Bowo Alpenliebe atau yang sering kita kenal Bowo Tik-Tok.
Remaja usia 13 tahun ini ramai diperbincangkan di kalangan netizen lantaran
viral berkat video Tik-Tok yang diunggahnya ke media sosial. Berkat video tik-tok
yang diunggahnya itu, membuat Bowo mendapatkan banyak fans dan juga haters.
Haters yang membully bowo ini
lantaran tidak menyukai sikap fans Bowo yang terlalu mengistimewakannya dan
terlalu berlebihan dalam menggunakan aplikasi Tik-Tok karena dianggap tidak
sesuai dengan usianya. Haters ini membully Bowo melalui komentar-komentar
negatif yaitu dengan mengejek, menghujat, menghina bahkan mengancam Bowo.
Kabarnya, tak hanya dibully melalui media sosial, Bowo juga kerap dibully oleh
teman-temannya di sekolah hingga membuat Bowo sampai pindah sekolah.
Berdasarkan
data dan kasus tersebut, bullying atau
pembulian yang terjadi di Indonesia menjadi sebuah aksi yang masih sering
terjadi dan tak kunjung selesai. Efek atau dampak yang dirasakan korban cyberbullying bisa berkepanjangan dan
membuat korban terus dihantui rasa trauma atau ketakutan yang mendalam.
Terlebih takut untuk menggunakan media sosial lagi. Mereka menganggap melalui
media sosial mereka hanya akan dipermalukan, dicaci maki hingga dihina. Oleh
karena itu untuk memulihkan pola pikir dari korban cyberbullying tersebut diperlukan intervensi atau penanganan
psikologis korban yakni berupa konseling dengan teknik assertive training.
Assertive training merupakan
teknik pelatihan konseling berupa latihan ketrampilan sosial yang diberikan
kepada individu yang diganggu kecemasan, tidak mampu mempertahankan hak-haknya,
terlalu lemah, membiarkan orang lain merongrong dirinya, serta tidak mampu
mengekspresikan amarahnya dengan benar dan cepat tersinggung. Tujuan assertive
training ini untuk membantu korban cyberbullying
mengungkapkan perasaan dan pikiran-pikiran mereka secara lebih terbuka. Melalui
teknik assertive training juga dapat
membimbing pelaku cyberbullying untuk
dapat menggunakan media sosial secara bijak. Bijak dalam artian menggunakan
media sosial hanya untuk kepentingan diri sendiri tanpa tanpa harus melibatkan
orang lain untuk dijadikan sebagai bahan ejekan, cacian, bahkan hinaan. Oleh
karena itu, program intervensi dengan teknik assertive training ini efektif untuk menangani korban sekaligus
membimbing pelaku cyberbullying.
Dengan
adanya program intervensi dengan teknik assertive
training memberikan kemudahan bagi korban cyberbullying untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran-pikiran
mereka secara lebih terbuka sehingga korban cyberbullying
lambat laun akan keluar dari rasa kekhawatiran ataupun trauma yang dialami
sebagai akibat dari adanya cyberbullying.
Melalui teknik assertive training pula
dapat membimbing pelaku cyberbullying untuk
dapat menggunakan media sosial atau online
secara bijak. Jadi program intervensi dengan teknik assertive training dapat memberikan perubahan ke arah yang positif
terhadap korban maupun pelaku cyberbullying.
Komentar
Posting Komentar