Krisis
ekonomi global yang melanda dunia saat ini, sering kali tidak mempedulikan
pembangunan lingkungan, akibat dari pembangunan tersebut dapat merusak
lingkungan. Lingkungan dan sumber daya alam dianggap sebagai karunia Tuhan,
sehingga persediannya cukup berlimpah dan selalu dapat tercipta kembali. Namun
dengan semakin menggebunya pembangunan ekonomi, khususnya di negara-negara
sedang berkembang seperti Indonesia, maka semakin banyak sumber daya alam yang
diambil atau di kuras dari alam, sehingga tersedianya semakin tipis baik iya
berupa sumber daya alam yang dapat di perbarui maupun yang tidak dapat di
perbarui.
Untuk
mengatasi sebeluum terjadinya ekspoloitasi secara berlebihan terhadap sumber
daya alam, maka mau tidak mau harus ada pengendalian konsumsi barang dan jasa
serta pengendalian laju pertumbuhan penduduk. Laju konsumsi barang dan jasa
perlu dikendalikan agar lingkungan kegiatan produksi maupun konsumsi jangan
sampai mencermari lingkungan, sehingga fungsi utama lingkungan menjadi tidak
terganggu. Pembangunan hijau pada umumnya dibedakan dari pembangunan
berkelanjutan, dimana pembangunan Hijau lebih mengutamakan keberlanjutan
lingkungan di atas pertimbangan ekonomi dan budaya. Pendukung pembangunan
berkelanjutan berargumen bahwa konsep ini menyediakan konteks bagi
keberlanjutan menyeluruh dimana pemikiran mutakhir dari pembangunan hijau sulit
diwujudkan. Sebagai contoh, pembangunan pabrik dengan teknologi pengolahan
limbah mutakhir yang membutuhkan biaya perawatan tinggi sulit untuk dapat
berkelanjutan di wilayah dengan sumber daya keuangan yang terbatas.
UNEP (United Nations
Environment Programme) mencetuskan gagasan mengenai green economy dalam rangka mendukung upaya penurunan emisi rumah
kaca. Definisi green economy ini sendiri menurut UNEP dalam laporannya yang
berudul Towards Green Ecnomy adalah
ekonomi yang mampu meningkatkan kesejahteraan, keadilan sosial, dan sekaligus
menghilangkan dampak negatif pertumbuhan ekonomi terhadap lingkungan dan
kelangkaan sumber daya alam. Pendekatan green economy dimaksudkan untuk
mensinergikan tiga nilai dasar yakni : profit, people, dan planet. Dari
pandangan ini, green economy memiliki beragam manfaat seperti hemat energi,
hemat sumber daya, pelestarian lingkungan, konsumsi dan produksi berkelanjutan.
Dari pemaparan tentang green economy, konsep green economy ini sangat sesuai
dengan permasalahan perekonomian Indonesia yang saat ini telah diambang krisis
energi, banyak kerusakan alam yang ditimbulkan akibat eksploitasi kekayaan alam
yang berlebihan.
Sejalan dengan keadaan saat
ini, pertumbuhan perekonomian Indonesia masih bergantung pada sektor
pertambangan ini sesuai dengan pernyataan menteri keuangan Sri Mulyani
Indrawati bahwa sektor pertambangan berada di peringkat pertama penyumbang
pertumbuhan perekonomian Indonesia yaitu sebesar 39,9% pada akhir 2017 (cnn
Indonesia). Ini adalah sebuah fakta ironi, di saat seluruh dunia
mengkampanyekan pelestarian alam, justru Indonesia malah sibuk mengeksploitasi
kekayaan alam secara berlebih. Kita ketahui bersama bahwa kita seharusnya tidak
bergantung pada sektor pertambangan yang hanya memiliki keuntungan sementara,
lalu menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan secara jangka panjang. Kita
harus mengganti tumpuan kita pada sektor lain yaitu dengan mengembangkan sektor
pariwisata. Karena sumber daya yang dimiliki Indonesia sangat berpotensi untuk
sektor pariwisata.
Namun, masih banyak daerah
yang belum mampu memanfaatkan sumber daya secara maksimal dalam sektor
pariwisata daerahnya. Contohnya seperti daerah Kalimantan Timur yang dianggap
belum mampu mengembangkan sektor pariwisata padahal banyak potensi wisata yang
bisa dimajukan tetapi, belum disentuh oleh tangan pemerintah. Kalimantan Timur
memang masih bergantung pada sektor pertambangan. Untuk sektor pariwisata,
Kalimantan Timur hanya bergantung pada kabupaten Berau yang banyak dikunjungi
oleh wisatawan karena keindahan pulau derawan dan sekitarnya. Bagaimana dengan
daerah kota dan kabupaten lain di Kalimantan Timur Terutama daerah Ibukota
Provinsi saat ini?
Saat ini
kita melihat kota Samarinda hanya sebagai kota “bekas tambang”. ini didasarkan
pada kinerja perusahaan tambang yang tidak melaksanakan pertanggungjawaban
sosialnya secara benar, ditambah lagi dengan banyaknya perusahaan tambang illegal
yang memperburuk keadaan kota Samarinda. Disinilah peran Green Economy
sangat dibutuhkan. Kita bisa menggunakan kebijakan green investment untuk
melakukan manajemen reklamasi. Manajemen reklamasi ini adalah proses perbaikan
yang dalam hal ini bekas tambang sebagai akibat dari kegiatan penambangan
sehingga dapat berfungsi kembali secara optimal. Dalam pelaksanaan reklamasi
perlu melihat dari empat aspek yaitu aspek teknis, ekoonomi, sosial/lingkungan
dan kelembagaan. Dan dalam pelaksanaannya, ada sembilan tahapan yang dilakukan
yaitu : mengukur banyak tanah yang di perlukan untuk menutup lubang, mengukur
tinggi ph tanah dan menyeusiakan dengan keadaan lubang, pengakutan tanah ke
dalam lubang, penghamparan tanah ke lubang, penataan lahan, pembuatan saluran
drainase dan pengendalian erosi, penanaman cover crop dan tanaman pioneer,
penyisipan tanaman lokal, pemeliharaan dan pemantauan.
Lalu
setelah reklamasi selesai, maka diatasnya ini dibuat sebagai tempat wisata
seperti wisata perkebunan dan wisata peternakan yang nantinya juga akan
berdampak positif bagi perputaran perekonomian masyarakat sekitar daerah
reklamasi. Dimana ini akan berdampak positif pada tanah reklamasi tersebut
pasalnya dengan banyak tumbuhan dan dengan adanya hasil pupuk kandang akan
menyuburkan tanah reklamasi tersebut. Untuk melaksanakan manajemen reklamasi
ini, diperlukan sumber dana yang cukup besar, untuk itu digunakan kebijakan
green investment.
Kebijakan
green investment sesuai dengan amanat UU Penanaman Modal terkait lingkungan
hidup pasal 3 ayat (1) huruf h tentang penanaman modal yang diselenggarakan
berdasarkan asas berwawasan lingkungan (asas penanaman modal yang dilakukan
dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan
lingkungan hidup). Konsep dari kebijakan green economy ini meliputi: penggunaan
material input ramah lingkungan, intensitas material input rendah; penerapan
konsep reduce, reuse, recycle, dan recovery; intensitas energi rendah; SDM
yang memiliki tingkat kompetensi dibidangnya dan memiliki wawasan lingkungan
khususnya efisiensi sumber daya; volume air yang digunakan lebih rendah dan
memenuhi baku mutu lingkungan; low carbon
technology; penggunaan energy alternatif.
Makanya
bisa di simpulkan dari penerapan green economy untuk manajemen reklamasi dalam
konsep inventasi hijau bisa meningkatkan perekonomi hijau di setiap daerah di
Indonesia khususnya daerah Samarinda Kalimantan Timur dalam menyelesaikan
permasalahan perekonomian Indonesia pasca pemindahan sektor pertambangan ke
sektor pariwisata.
keren banget nih
BalasHapus