Karya : Az-Zahra Firda Apriliansyah
Juara Favorit Cerpen WICOM 2021
Suara klakson kendaraan saling bersahutan, matahari yang sangat terik menyinari mereka, hawa panas mulai terasa, dan gerah di sekujur tubuh. Terlihat dua orang gadis yang sedang berjalan di trotoar sambil melemparkan senyum satu sama lain. Mereka tampak sangat bahagia.
“The, gimana gelang yang kakak belikan, bagus kan?”
“Iya bagus, makasih yah kak, sayang kakak.”
Dhara Ratu Dirgantara adalah gadis berambut panjang lurus yang sangat menyayangi adiknya. Amalthea Ratu Dirgantara adalah gadis berambut pendek yang satu-satunya memahami kakaknya. Mereka berdua berfikir bahwa mungkin mereka adalah sepasang adik kakak yang paling bahagia di muka bumi ini. Tidak pernah terpikirkan apa yang akan terjadi setelah ini.
“Kak, sepertinya di seberang jalan sana ada pertunjukan, mari kita lihat!”
Dhara mengangguk menandakan setuju dengan ajakan adik tersayangnya itu. Mereka pun mulai menyeberang secara beruntun. Mungkin saking senangnya, Thea berlari menyeberang hingga tidak peduli dengan mobil lalu lalang yang ada di depannya. Tiba-tiba terdengar suara decitan mobil dan “gubrakkk”... hantaman yang sangat keras. Darah bercucuran dimana mana, orang-orang berkumpul untuk melihat. Sedangkan Dhara hanya bisa menggigit jari, bibirnya bergetar, seluruh tubuhnya penuh dengan keringat yang terus mengalir. Air matanya yang deras jatuh ke pipi tanpa aba aba.
***
Bel sekolah berbunyi,
“Beruntung lu ya kali ini lepas dari gua.”
Tiga orang gadis berpakaian tidak beraturan keluar dari toilet, terlihat seorang gadis yang masih terduduk lemah di dalamnya, pakaiannya nampak basah dan lusuh, bau busuk mulai memenuhi ruangan toilet tersebut, seluruh badannya dipenuhi dengan telur busuk dan air. Dia pun berdiri dan berjalan dengan lunglai keluar dari toilet menuju rooftop sekolah. Dia merasa hidupnya tidak berarti lagi, tidak ada yang memahami dia sama sekali, apa yang dilakukannya selalu salah di mata orang-orang.
Sesampainya disana, Dhara naik ke salah satu sisi penyangga yang ada di tempat tersebut. Ia merenungi apa yang terjadi selama ini, ia sangat menyayangi adiknya, ingin sekali bertemu dengannya, hanya adiknya yang dapat memahami dia, menyayangi dia selayaknya keluarga lain. Hidupnya terasa gelap tanpa cahaya sedikitpun. Dia menyesal tidak bisa menjaga adiknya dengan baik. Butiran air jatuh membasahi pipinya, mungkin inilah akhir dari hidupnya.
“Aku gak sanggup lagi tinggal di dunia ini.”
Tiba-tiba ada seseorang yang menariknya dari belakang, membuatnya jatuh ke atas tubuh
orang tersebut.
***
“Sial, ada satpam yang lagi jaga.”
Ini adalah hari pertama Gata masuk SMA baru sekaligus terlambat. Dia mulai berpikir bagaimana cara masuk ke sekolah tetapi tidak diketahui oleh satpam yang jaga. Gata mulai melihat sekeliling dan melihat tembok yang dirasa masih bisa dipanjat, dia pun memanjat tembok tersebut, dan akhirnya berhasil masuk ke dalam sekolah. Dia buru-buru mencari ruang guru untuk mengurus kepindahan di sekolah barunya ini.
Selesai mengurus urusannya, Gata tidak berniat masuk kelas dan mulai berjalan ke rooftop sekolah, dia ingin mencari udara sejuk sebelum otaknya dipenuhi dengan pelajaran yang menyiksa. Dia membuka pintu dan melihat seorang gadis sedang berdiri seperti ingin bunuh diri, dia cepat-cepat langsung menarik lengan gadis tersebut.
Plakkk….!!!
Mereka berdua terjatuh bersamaan dan Gata merintih kesakitan, Dhara pun bergegas bangun dari tubuh cowok itu sambil merapikan bajunya. Gata pun bergegas berdiri juga sambil membenarkan rambutnya seperti kesetrum listrik saja. “Kamu kalau mau mati, jangan disini dong, nanti repot kalau kamu gentayangan.” kata cowok itu sambil berdiri dengan memegangi lengannya yang ketindihan Dhara tadi. Dhara tidak acuh dengan perkataan cowok tadi dan mulai meninggalkan rooftop. Gata terheran dan mencegatnya.
“Hey, nama aku Gata Aditya, nama kamu siapa nona manis nan cantik?”
“Dhara, puas?” kata Dhara ketus. Dia menjawab karena tidak mau lagi berurusan dengan cowok sok dekat itu.
“Ketus banget jawabannya mba, gak boleh marah-marah loh, nanti manisnya hilang.” ucap Gata sambil terkekeh.
Dhara pun langsug sinis dan meninggalkan rooftop menuju kelas diikuti dengan Gata di belakangnya. Sesampainya di kelas mereka berdua berpapasan dengan guru yang akan masuk ke dalam kelas mereka. Guru itu pun terheran melihat keadaan Dhara.
“Dhara ada apa dengan bajumu? Dan kamu Gata darimana saja? Kamu murid baru tapi sudah berkeliaran kemana-mana.”
“Tidak apa-apa bu, apa saya boleh izin pulang bu, karena saya lagi tidak enak badan.” ucap Dhara dengan suara lemah.
“Haih ibu alasannya sajalah itu.” jawab Gata dengan senyum jahil.
Ibu gurunya memperbolehkan Dhara pulang dan memerintahkan Gata agar masuk kelas untuk mengikuti pelajaran. Gata pun masuk kelas untuk memperkenalkan dirinya, cewek-cewek yang ada di dalam kelas terpesona melihat ketampanan Gata, bahkan sampai berebutan untuk mendapatkannya.
“Eh dia untukku yah.” ucap cewek yang duduk paling depan. Kemudian cewe lain pun menjawab, “Enak aja, dia untukku, kamu kan sudah ada.”
***
Dhara bergegas mengambil tas, membersihkan mejanya yang penuh coretan dengan kata-kata menyakitkan yang pasti dibuat oleh Clara. Ya dia adalah ketua geng di sekolah tersebut, dimana mereka terkenal dengan penindasan dan pemalakan.
Dhara berjalan menyusuri lorong, melewati kelas satu persatu, memikirkan apa yang terjadi dengannya hari ini, mengapa dia sampai ingin bunuh diri. Tiba-tiba muncul Clara dan ingin menghampiri Dhara. Clara mulai berpikir bagaimana cara meyenangkan hatinya, dia pun mengeluarkan spidol yang ada di kantong bajunya dan mulai mencoreti muka Dhara. Dhara berusaha menutupi mukanya dan akhirnya dia pun dapat membebaskan diri. Dia berlari secepat mungkin ke luar sekolah.
Sesampainya di rumah, Dhara segera berlari menuju ke kamar, melemparkan tasnya kesembarang tempat. Dia menangis di tepi kasur dan mengingat kejadian tadi membuatnya marah. Dhara berusaha mencari silet dan mulai melukai pergelangan lengannya sendiri, tidak hanya satu kali atau dua kali, bahkan tiga kali sampai air matanya berhenti. Lengannya kini penuh dengan darah dan bekas luka akibat ia sering menyilet lengannya. Dia berpikir bahwa caranya untuk meringankan beban adalah dengan melukai anggota badannya sendiri dengan silet. Kebiasaan ini berlanjut tiap kali dia mengalami konflik yang terasa sangat berat sehingga membuat dia tidak lagi mampu berpikir kritis. Hanya cara itu satu-satunya yang ampuh untuk meringankan kegelisahan dan kesedihannya. Ada ketenangan yang ia dapatkan dalam merasakan perihnya ketika ia melakukan hal itu yang tidak bisa ia dapatkan melalui tidur, curhat, atau bahkan makan es krim. Selain itu juga agar orang tuanya lebih memperhatikan dia.
“Dhara, ini kenapa pintu luar masih terbuka.” Dhara pun cepat-cepat mengusap air matanya karena tidak mau ketahuan oleh ibunya jika ia sedang menangis. Ia pun cepat-cepat turun dari kamarnya menghampiri ibunya. “Iya ma.” jawab Dhara. “Udh mkn belum? Kalo belum kamu buat makanan sendiri ya.. mama lagi sibuk.” ucap ibunya “Ehm iya belum mah.. nanti Dhara buat, mah.. tadi di sekolah ada cowo yang jahil banget ke Dhara.”
“Hah? Iyaiya bentar mama lagi sibuk, kamu makan saja dulu sana.”
Ayah dan ibunya selalu sibuk bekerja, mereka jarang ada di rumah, terlebih lagi mereka selalu menyalahkan Dhara semenjak kematian adiknya. Dhara seperti tidak dianggap keberadaannya saat di rumah. Mereka hanya cinta pada pekerjaan, Dhara berharap adiknya masih ada disini agar orang tuanya lebih sering di rumah menghabiskan bersama keluarga daripadabekerja.
***
Selama di sekolah Dhara selalu merasa tiada hari tanpa ketenangan. Bagaimana tidak, Clara selalu menindas ia, belum lagi Gata yang selalu mengikuti Dhara kemana-mana, tapi meskipun begitu dia selalu menolong Dhara tiap kali datang Clara. Gata tidak pernah bosannya membujuk Dhara agar memperbolehkan dia untuk menjadi pacarnya. Dhara merasa risih dan memberitahu Gata agar jangan mengganggunya lagi, tidak hanya seminggu atau dua minggu, tapi berbulan-bulan. Sampai musim Ujian Tengah Semester pun tiba.
“Dhara, kenapa nilai kamu selalu dapat segini, ini sudah mau dekat Ujian Nasional, kamu harus banyak belajar agar bisa masuk universitas yang bagus, kamu liat tuh Gata, baru masuk sekolah ini saja dia sudah menjadi murid terbaik di sekolah ini.”
Gata mengejek Dhara yang mendapatkan nilai rendah, tetapi tidak digubris oleh Dhara.
Bel istirahat berbunyi, Dhara beranjak dari tempat duduk menuju keluar kelas. Gata yang merasa tidak dipedulikan pun mengikuti Dhara, ingin tahu kemana gadis tersebut pergi. Matanya berkeliling ke sekitar dan menemukan sosok gadis duduk di bangku samping sekolahnya dimana tidak banyak murid-murid melewati tempat tersebut. Gadis itu membuka buku yang sedari tadi dibawanya dan mengeluarkan sebuah foto.
“Kalian berdua cantik, yang satu siapa Ra?” ucap Gata tiba-tiba sontak membuat Dhara kaget.
“Kamu ngapain disini?”
“Ngikutin kamu dong, aku boleh duduk disinikan?” ucap Gata sembari menunjuk tempat kosong di samping Dhara. Tanpa dipersilahkan Dhara, Gata pun langsung duduk, kemudian melanjutkan, “Oiya kamu belum jawab pertanyaanku tadi.”
“Ini adikku namanya Thea, dia meninggal 2 tahun yang lalu karena kecelakaan.” kata Dhara, tanpa sadar air mata jatuh membasahi pipinya. Kemudian ia melanjutkan, “Ini semua salahku, aku tidak bisa menjaga adikku sendiri dengan baik.” Gata bertanya, “Kamu tahu orang yang menabrak adikmu.” Dhara menjawab, “Tidak tahu, dia sampai sekarang masih belum ditemukan.”
Gata yang merasa bersalah meminta maaf dan mengusap air mata di pipi Dhara, berharap Dhara bisa meredakan tangisnya. “Maaf Ra, aku tidak bermaksud begitu.” Dhara berusaha meredakan tangisnya dan mulai bercerita, “Sewaktu Thea masih hidup, dia paling disayang mama sama papa, setiap ada lomba Olimpiade Thea selalu menang, dan itu menjadi kebanggaan mama dan papa, tetapi ketika aku menang lomba melukis reaksi mereka hanya biasa saja, meskipun begitu, ketika mereka semua tersenyum aku ikut senang.” Dhara juga menceritakan tentang orang tuanya yang sekarang hanya sibuk bekerja, tanpa mempedulikan dia.
Tanpa sengaja Gata melihat banyak bekas luka dan luka baru di pergelangan tangan Dhara, Gata pun langsung mengambil tangan Dhara,”Ra ini kenapa tanganmu banyak luka?” Gata terheran dengan apa yang terjadi dengan Dhara. Dhara langsung menarik tangannya dengan paksa, tanpa mempedulikan reaksi Gata. “Gak apa-apa Gat, ini hanya luka kecil.”
Gata berusaha memaksa Dhara agar tetap bercerita, akhirnya Dhara pun bercerita kalo dia sering melukai lengannya dengan silet untuk meringankan bebannya dan segala kesedihannya, ada ketenangan yang dia dapat dari melakukan itu, ia sering melakukan semenjak kematian adiknya, dia selalu menyalahkan dirinya sendiri, dan juga dia tidak pantas hidup. Gata pun cepat-cepat merogoh ponselnya di saku celana, dan mencari tentang penyakit Dhara, dia membaca dengan seksama tulisan yang ada di ponselnya dan menemukan fakta bahwa yang diderita Dhara adalah Self Harm yang dimana itu sebuah penyakit mental menyakiti diri sendiri untuk melampiaskan emosi dan sekedar mencari perhatian.
“Oh iya Ra, kamu nanti mengambil jurusan apa.” tanya Gata dengan penasaran. Dhara mulai berpikir, “Masih belum tahu sih.”
Gata berpikir bahwa dia harus mencari cara untuk mengobati penyakit yang diderita Dhara, dia pun mulai berencana mengubah jurusan olahraga menjadi psikologi, berharap bisa membantu Dhara agar dia menghilangkan traumanya dan tidak menyakiti dirinya sendiri. Serta mendorong Dhara untuk masuk jurusan Seni agar dia dapat melampiaskan emosinya ke hal yang positif bukan ke fisiknya.
“Gimana kalo kamu masuk jurusan Seni aja Ra, kan kesukaan kamu dulu melukis.” usul Gata dengan wajah penuh harap agar Dhara menyetujuinya. Kemudian Gata melanjutkan, “Nanti kubantu kamu belajar untuk mempersiapkan UN, gimana?”
“Mungkin bisa kupertimbangkan.”
Bel masuk tiba-tiba berbunyi, mewajibkan semua murid untuk masuk kelas termasuk Gata dan Dhara. Mereka buru-buru masuk kelas dan Dhara meninggalkan foto tadi di bangku. Gata mengambilnya dan menyimpannya di saku celana, dia berencana mengembalikan foto itu nanti kepada Dhara sepulang sekolah.
Hari demi hari mereka lewati dengan belajar bersama, saat musim Ujian Nasional tiba Dhara mengerjakan ujian dengan sungguh-sungguh berharap bisa masuk universitas yang sama dengan Gata.
***
Ujian telah usai, tibalah saat pengumuman masuk perguruan tinggi, ketika mereka membuka web kelulusan pada komputer di perpustakaan, alangkah bahagianya mereka diterima di jurusan yng mereka inginkan, Dhara yang diterima di jurusan Seni begitupun dengan Gata dengan jurusan Psikologi nya. Untuk merayakan itu semua, Gata mengajak Dhara makan bersama, berhubung Dhara tidak suka keramaian, Gata berencana mengajak makan dirumahnya sekaligus mengenalkan Dhara ke orang tuanya.
“Dhara pokoknya nanti sore kamu harus dandan yang cantik.” ucap Gata sambil dengan mata mengedip berkali-kali. Dhara pun menjawab, “Iddih kenapa aku harus ikutin ucapanmu.”
Gata pun mengatakan sambil terkekeh tanpa rasa bersalah, “Karena kamu bakalan bertemu sama calon mertuamu.” Dhara hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan Gata yang dirinya memang seperti itu.
Jam menunjukkan pukul 15.30. Dhara telah selesai bersiap-siap, ia keluar dari rumah dan menemukan sosok lelaki yang ia kenal di depan rumahnya, ya itu adalah Gata. Gata menjemput Dhara untuk pergi bersama-sama ke rumahnya. Ketika mereka telah sampai di depan rumah, Gata mulai mengetuk pintu, dan muncul seorang wanita paruh baya tua yang tengah memegang sapu di balik pintu.
“Bi mama adakah? Saya mau bertemu dengan beliau.” tanya Gata. “Iya tuan muda, silahkan masuk dulu, sebentar saya panggilkan.”
Mereka berdua masuk dan langsung duduk di sofa, pembantu Gata kembali ke dapur menyiapkan minuman dan beberapa snack untuk tuan muda dan temannya. Gata dan Dara sedang berbincang-bincang tentang apa aja yang harus dipersiapkan saat mereka kuliah nanti. Tiba tiba muncul seorang wanita paruh baya yang terlihat masih sangat berjiwa muda, ia mengenakan fashion yang mengikuti perkembangan zaman. Ternyata wanita itu adalah ibu dari Gata.
“Mah, ini Dhara teman Gata. Lebih tepatnya calon menantu mama, hehe.” ucap Gata, matanya berkedip-kedip dengan centil memperkenalkan Dhara. Dhara pun hanya melemparkan senyum simpul ke ibunya Gata.
Ibu Gata mengerutkan kening merasakan bahwa anak ini tampak tidak asing, seperti pernah bertemu dengannya sebelumnya. Tiba-tiba dia teringat kejadian kecelakaan dua tahun yang lalu, dimana ada seorang anak ditabrak mobil. Ekpresi ibu Gata berubah seketika, wajahnya membeku, bibir bawahnya bergetar, ada ketakutan terpancar di wajahnya, ia langsung menarik lengan Gata dan membawanya ke suatu ruangan.
“Nak, bisakah kamu jangan berteman dengannya.” ucap ibu Gata dengan gelisah. Gata yang terheran pun bertanya, “Ada apa emangnya ma, mama kenal sama Dhara?”
Ibu Gata berusaha membujuk Gata agar menjauhi Dhara, “Pokoknya jangan nak, karena Dhara itu….” kalimat ibunya terpotong karena suara panggilan Dhara mendekat. Gata berkata kepada ibunya, “Nanti saja yah ceritanya ma, kasihan Dhara sendiri di luar.”
Gata pun bergegas pergi menghampiri Dhara yang ingin menemui Gata ke ruangan tersebut. Pembantu di rumah Gata membawakan minuman dan snack di atas meja ruang tamu, Gata dan Dhara memakan yang ada di atas meja dan mereka berbincang-bincang. Setelah itu, Dhara dan Gata keluar rumah bersama-sama berencana untuk menonton film di bioskop.
***
Dhara dan Gata mulai masuk kampus, mereka menikmati suasana pembelajaran yang ada disana, terlebih lagi Gata ia sangat bersungguh-sungguh belajar dan perlahan dia menyukai jurusan yang telah dipilihnya karena suatu alasan yang kuat.
Di rumah ada ibunya Gata sedang membereskan kamar Gata, pada saat mengambil buku Gata, ada selembaran foto terjatuh dari buku tersebut, ibunya pun mengambilnya dan melihat di dalam foto itu ada dua orang gadis yang satu berambut panjang lurus dan satunya berambut pendek. Dia tertegun melihat foto tersebut, dugaannya tidak salah, memang benar gadis tersebut adalah gadis yang sama pada kejadian dua tahun yang lalu pada saat kecelakaan. Ibunya berencana akan memberitahukan Gata yang sebenarnya.
Setelah kelas selesai Gata langsung pulang ke rumah, Gata lari ke kamarnya dan melihat ibunya sedang terduduk di kasur sambil memegang foto, rasa penasaran terlukis di wajah Gata. Ibunya tiba-tiba bertanya, “Kamu ada hubungan apa sama gadis di foto ini?” Gata mulai bercerita, “Sebenarnya Gata sama dia awalnya hanya teman ma, entah sejak kapan Gata mulai menyukainya, dia adalah gadis yang baik sekaligus kesepian, tidak ada teman di sisinya dan orang tuanya pun tidak mempedulikannya. Dia termasuk gadis yang selalu menyendiri, itu dikarenakan pada saat dua tahun yang lalu adiknya meninggal karena kecelakaan. Hingga saat ini dia belum bertemu siapa yang telah menabrak adiknya.” Gata menceritakan tentang Dhara semua yang dia tahu termasuk dimana Dhara tinggal.
Mata ibunya membelalak karena itu bukan kejadian yang sebenarnya dan ada sebagian salah Dhara. Ia mulai menceritakan kejadian sebenarnya, “Gata, sebenarnya pada saat kejadian kecelakaan itu mama ada di tempat tersebut.”
“Apa mama ada hubungan dengan meninggalnya adik Dhara?” tanya Gata dengan penasaran
“Tidak, saat itu mama hanya lewat dan melihat mereka berdua. Dhara adalah salah satu orang yang juga menyebabkan kecelakaan adiknya sendiri.” jawab ibunya Gata dengan penuh prihatin. Gata mengernyitkan dahi. Ibunya pun melanjutkan, “Karena sebelum adiknya ditabrak, Dhara sendiri yang mendorong adiknya terlebih dahulu ke jalan, dia dengan sengaja melakukannya. Awalnya mama tidak tahu alasan dia melakukan itu, tetapi setelah kamu cerita mungkin salah satu faktor dia menjadi begitu karena orang tuanya, mereka lebih menyayangi adiknya ketimbang Dhara sendiri.”
“Gak mungkin ma, Dhara itu orang baik dan lagipula dia sangat menyayangi adiknya, gak mungkin dia berbuat sampai sejauh itu.” Gata tidak mempercayai apa yang dikatakan oleh ibunya, dia percaya jika Dhara yang mengatakannya sendiri.
***
Beberapa hari kemudian, akhirnya Gata dapat mengajak Dhara jalan-jalan, karena sedari kemarin Dhara sangat sibuk dengan tugas kuliahnya sehingga sering menolak ajakan dari Gata. Mereka berencana ke toko buku malam ini yang tempatnya tidak begitu jauh dari rumah Dhara. Sesampainya di toko, Dhara langsung mencari buku untuk bahan kuliahnya. Sedangkan Gata dia hanya mengikuti Dhara dari belakang, ia berencana ingin bertanya perihal kecelakaan adiknya yang sesungguhnya.
“Ra, apakah kamu yang sebenarnya....” belum sempat Gata menyelesaikan kalimatnya tiba-tiba ponsel Dhara berbunyi. Itu panggilan dari ibunya Dhara yang menyuruh agar Dhara pulang sekarang karena ada sesuatu yang penting untuk dibicarakan. “Iya ma, Dhara akan pulang sekarang.”
Setelah mereka sampai di rumah Dhara, mereka berdua terkejut dengan kedatangan orang tuanya Gata, Dhara yang penasaran dengan sesuatu penting yang akan dibicarakan ibunya mulai mendekati ibunya. Dan Plakkk... Ibunya tiba-tiba menampar Dhara, orang tua Gata dan Gata pun terkejut melihat perbuatan ibunya Dhara.
“Kamu kan yang membunuh Thea, kamu yang mendorong dia ke jalan hingga ditabrak mobil, ini semua memang salah kamu.” ucap ibu Dhara sambil menggoyang-goyang lengan Dhara agar mengakui perbuatannya tersebut.
“Iya ma, Dhara melakukan itu semua, karena mama lebih sayang sama Thea daripada sama Dhara, apapun yang Dhara lakukan tidak berharga bagi mama, tapi Dhara menyesal ma karena Dhara mengira dengan tidak adanya Thea mama akan menyayangi dan memandang Dhara seorang.” Dhara pun mengakui perbuatannya sembari menangis dan berusaha melepaskan lengannya dari ibunya lalu berlari keluar rumah.
Gata yang merasa ini semua tidak adil bagi Dhara berusaha meyakinkan ibu Dhara agar dapat menyayangi Dhara seutuhnya seperti ibunya menyayangi Thea, Dhara sampai berbuat begitu karena kurangnya kasih sayang dari orang tuanya. Ibunya pun tersadar bahwa selama ini dia memang membeda-bedakan antara Thea dan Dhara. Tiba-tiba di luar hujan deras disertai kilat dan petir. Orang-orang yang ada di rumah Dhara sangat khawatir dengan keadaan Dhara saat ini. Mereka pun segera mencari Dhara dan saat pencarian mereka menemukan sesosok gadis berjalan di bawah derasnya hujan. Gata langsung menghampiri Dhara dan membawanya masuk ke dalam mobil, lalu mereka semua pulang ke rumah Dhara.
“Maafkan mama Ra, mama memang bersalah sama kamu, mama berjanji akan selalu menyayangi Dhara sepenuhnya.” ucap ibunya sambil memeluk Dhara dengan rasa bersalah yang sangat besar.
***
Satu tahun kemudian…. Di kampus terlihat seorang gadis sedang duduk di rumput taman dengan kuas dan palet yang ada di genggamannya beserta canvas ditopang oleh kayu di depannya. Dari belakang tiba-tiba muncul Gata berniat membuat terkejut Dhara, tetapi ternyata tidak berhasil. Dhara tetap fokus dengan pekerjaannya dan mengganggap Gata hanya makhluk gaib.
“Ra, gimana perkembangannya?”
“Perkembangan apa?” tanya Dhara. Gata melirik ke bekas luka nya Dhara, Dhara pun tersadar “Ohini… sudah mulai berkurang kok, sekarang aku sadar kalau tubuhku lebih berharga daripada emosi yang kulampiaskan hehe, sekarang masalah yang kuhadapi kutuangkan dalam lukisanku. Menyakiti diri sendiri memang aku yang dulu, namun sekarang lukisan yang kubuat lebih paham tentang masalahku.”
“Hiyaaa pinterr emang ceweku... eh maksudnya temenku.” jawab Gata yang salah tingkah seraya mengacak halus rambut Dara. Kemudian ia melanjutkan ”Eh Ra.. tadi kamu bilang, lukisanmu lebih paham tentang masalahmu, tapi menurutku aku juga paham huftt.”
Dhara hanya tersenyum malu melihat Gata. Lalu tiba-tiba “Ra sebenernya ada satu hal yang ingin kusampaikan.” ucap Gata. “Apa itu?” tanya Dhara. “Mungkin sekarang kamu udah sembuh dari kebiasaanmu yang dulu. Tapi sekarang aku yang sakit Ra kamu bisa nggak ngobatin aku?” kata Gata. “Hah Sakit apa?!” tanya Dhara dengan khawatir. “Iya, aku sakit. Aku habis jatuh. Jatuh cinta sama kamu.”
“Astagaa Gataa.” kata Dhara sambil mencubit Gata. “Ra aku serius, kata orang obat jatuh cinta
adalah menikah. Dan sekarang aku sedang jatuh cinta. Maukah kamu menjadi obat jatuh cintaku
ini?” ucap Gata sekaligus mengeluarkan cincin berlian yang sudah dipersiapkannya. Dhara pun
menjawab sambil tersenyum dengan wajah memerah, “YES I DO."
Komentar
Posting Komentar