Karya : Luthfiana Elly Fauzia
Juara 2 Cerpen WICOM 2021
Soraru.
Ia adalah siswa kelas 2 SMK bersurai hitam kelam dengan tatapan sayu yang
terkenal anti sosial. Sebenarnya tidak seperti itu, ia hanya merasa sulit untuk
menemukan seseorang yang satu frekuensi dengannya. Setelah istirahat makan
siang, biasanya ia selalu menghabiskan waktunya untuk tidur sambil menunggu
pelajaran selanjutnya.
Pada
suatu hari, teman-temen sekelas Soraru diminta oleh wali kelasnya membuat kartu
ucapan untuk menyemangati salah satu teman mereka yang sakit. Setelah itu
dikumpulkan dan diminta perwakilan satu orang untuk mengantarkan kartu-kartu
ucapan tersebut. Teman sekelas Soraru yang dominan laki-laki merasa malas untuk
mengantarkan kartu-kartu itu ke rumah sakit. Mereka pun menunjuk Soraru untuk
pergi. Meski sebenarnya ia juga tidak ingin mengantarkan kartu-kartu itu, tapi
ia memilih untuk menuruti daripada harus berdebat dengan teman sekelasnya.
Soraru
mengendarai motornya sampai ke rumah sakit tempat temannya dirawat. Ia
memeriksa ponselnya untuk melihat kamar temannya itu. Setelah bertanya kepada
suster, ia pun berjalan dengan malas menuju ke ruangan yang dicari. Ia memasuki
kamar yang di dalamnya hanya dikhususkan untuk satu pasien. Dilihatnya temannya
itu berbaring di atas ranjang rumah sakit.
“Hai,
ini adalah kartu ucapan dari teman-teman. Semoga cepat sembuh,” kata Soraru
sambil meletakkan kartu-kartu tersebut di atas meja.
Saat
ia hendak berbalik, betapa terkejutnya saat ia melihat temannya yang sakit itu
berdiri di belakangnya sambil tersenyum. Ia terkejut, karena temannya itu
ternyata adalah seorang perempuan. Ya, selama ini Soraru tidak peduli dengan
teman sekelasnya dan tidak mengetahui bahwa temannya yang sakit ini adalah
seseorang yang sangat manis. Gadis bersurai blonde
sebahu dengan iris mata kecoklatan itu berbinar-binar membaca kartu ucapan yang
diberikan oleh teman-teman sekelasnya.
“Kamu
siapa?” tanya gadis itu agak mendongak karena tingginya hanya sebahu laki-laki
bersurai hitam itu.
“Soraru.
Teman sekelasmu. Maaf aku harus pergi,” katanya singkat lalu berbalik.
“Tunggu!”
panggil gadis itu sambil menahan tas ransel yang dipakai Soraru. “Maaf aku
belum terlalu hapal dengan teman sekelasku. Hm… apa kamu juga menyukai anime?
Kamu memakai pin Lawliet di tasmu,”
tegur gadis itu.
Pupil
Soraru melebar. Ia memegang kedua pundak gadis di depannya. “ Kamu juga
menyukai hal-hal seperti ini?” tanyanya dengan mata berbinar-binar.
“Tentu
saja! Kemarilah!” ajak gadis itu sambil menggandeng Soraru. Ia membawa Soraru
menuju rak di sebelah ranjangnya lalu memamerkan beberapa komiknya.
“Wah!!!
Tidak kusangka ada perempuan yang menyukai jejepangan!” kata Soraru sambil
membuka komik di tangannya. Merasa menemukan seseorang yang memiliki hobi yang
sama, Soraru banyak bercerita dengan gadis itu.
“Siapa
namamu?” tanya Soraru.
“Leona!
Panggil saja Lon!” jawab gadis itu sambil tersenyum memperlihatkan lesung
pipinya.
“Oke,
Lon! Oh ya! Aku ingin menunjukkan sesuatu,” kata Soraru sembari mengeluarkan
ponselnya. Ia mencari sesuatu di galeri. “Beberapa minggu lagi ada event cosplay! Mau pergi denganku?
Kebetulan aku juga jadi cosplayer,”
bisiknya.
Mata
Lon berbinar-binar. Namun kemudian meredup. “Aku sangat ingin. Tapi maaf, aku tidak
bisa,” katanya sambil membelakangi Soraru.
“Kenapa?
Kamu nampak sehat? Sebentar lagi pasti keluar dari rumah sakit kan?” tanya
Soraru.
Lon
tidak menjawab. Tiba-tiba tenggorokannya terasa mencekat. Ia menelan ludahnya
dan mencoba menahan air matanya. “Aku… mengidap suatu penyakit yang langka.
Bahkan dokter belum bisa mendeteksi mengenai penyakit ini. Aku tidak bisa
terkena matahari, kulitku tiba-tiba akan melepuh, dan keluar darah dari
hidungku. Begitu juga saat terkena sinar bulan... maka dari itu, aku tidak bisa
keluar dari tempat ini.”
Soraru
mengusap pundak Lon. Tiba-tiba ia terpikirkan sebuah ide. “Karakter anime apa
yang kau suka?” tanya Soraru.
“Akashi
Seijuurou. Dari Kuroko no Basuke,”
jawab Lon.
Soraru
tersenyum. Ia menyampaikan pada gadis itu bahwa saat event nanti, ia akan memakai kostum seperti karakter favoritnya dan
membelikan action figure untuk Lon.
Hal itu membuat Lon merasa sangat senang. Mereka saling mengaitkan jari
kelingking sebagai tanda untuk janji yang harus ditepati.
Setelah
hari itu, Soraru selalu datang berkunjung untuk menemani Lon. Karena orang
tuanya yang sibuk, Lon selalu sendirian di kamar bernuansa putih dengan selang
infusnya itu. Ia hanya ditemani komik dan buku-buku lainnya. Orang tuanya hanya
datang pada saat malam hari dan seringkali Lon sudah tertidur pada saat itu.
Soraru juga tidak keberatan jika harus datang menjenguk Lon meskipun ia
membutuhkan waktu dua jam dari rumahnya untuk sampai ke rumah sakit itu.
Sebulan berlalu, hari yang dinantikan tiba.
Lon sampai tidak tidur semalaman karena tidak sabar melihat Soraru dengan cosplaynya dan action figure yang dijanjikan. Daritadi Lon mengenggam ponselnya.
Ia hendak menghubungi Soraru, namun ia khawatir hal tersebut akan mengganggu si
surai hitam bermata sayu yang kini telah menjadi bagian terpenting bagi
hidupnya itu.
Sebuah
notif pesan masuk ke ponselnya. Dilihatnya nama Soraru disana. Ia segera
membuka pesan itu dengan gembira. Namun, isi pesan itu membuat tulang rusuknya
seakan runtuh dan tenggorokannya terasa kering.
Soraru,
laki-laki itu memberitahu Lon bahwa ia harus kembali pulang ke tanah
kelahirannya, negeri matahari terbit, Jepang.
****
Dua
tahun berlalu sejak kepergian Soraru ke jepang, kini ia kembali lagi
mengunjungi sekolah lamanya. Nampak para siswa tengah sibuk sedang
mempersiapkan suatu acara.
“Soraru?”
sapa seseorang.
Soraru
menoleh dan tersenyum saat melihat sosok gadis bersurai blonde memanggilnya. Siapa lagi kalau bukan Lon. Gadis itu berlari
kecil menghampirinya.
“Lon?!
Bukannya kamu tidak boleh terpapar sinar matahari? Nanti kulitmu-”
“Tenang
saja! Aku sudah sembuh, kok,” kata Lon sambil menggigit crepes coklat di
tangannya. “Ku kira kau takkan kembali ke sini lagi, Soraru.”
Soraru
menghela napasnya. Ia menatap Lon dengan sendu, “Aku kesini hanya menemani
ayahku untuk mengurus beberapa keperluan administrasi. Lusa, aku akan kembali
ke Jepang lagi,” kata Soraru.
Tenggorokan
Lon terasa mencekat. Ia berusaha menahan air matanya. “Besok adalah ulang tahun
sekolah kita. OSIS tahun ini mengadakan event
agar besok kita memakai kostum yang unik. Berjanjilah bahwa kau akan cosplay menjadi Akashi Seijuurou! Aku akan menunggu di tangga lantai dua! Awas saja
kalau kau sampai tidak datang!” ancam Lon lalu pergi meninggalkan Soraru.
“Eh?
Tapi aku….” Soraru tidak melanjutkan ucapannya karena Lon sudah berlari jauh
darinya.
“Hai,
kak! Sedang apa?” sapa seseorang sambil memukul pundak Soraru.
“Oh,
Runa. Aku baru saja berbincang-bincang dengan Lon,” jawab Soraru kepada salah
satu adik kelasnya itu.
Pupil
Runa membulat, terkejut mendengar penuturan Soraru. “Lon? Yang benar saja! Kak
Lon… sudah meninggal dua tahun yang lalu.”
Soraru
menepis pernyataan Runa. Ia tidak percaya dengan Runa meskipun gadis itu sudah
menjelaskan kejadian tentang Lon dua tahun lalu.
Esoknya,
Soraru kembali mengunjungi sekolahnya. Ternyata persiapan kemarin adalah untuk
acara perayaan ulang tahun sekolahnya. Soraru menunggu Lon di tempat yang
dijanjikan kemarin.
Kling.
Sebuah pesan masuk dari Runa. Ia memberitahukan kepada Soraru mengenai perayaan
hari ini. Soraru pun membalas bahwa ia sudah di tempat acara dan ingin bertemu
dengan Lon.
“Nggak
mungkin…” gumam Runa. Ia pun menanyakan kepada Soraru tempat mereka ingin
bertemu namun Soraru belum membalas pesannya.
“Soraru?”
panggil Lon dengan suaranya yang lembut.
“Hm?”
jawab Soraru sambil memasukkan ponselnya ke saku jaketnya.
Lon
mengernyitkan dahinya dan bernapas gusar. “Kenapa Soraru tidak memakai kostum?!”
bentak Lon.
“Maaf,
aku tidak membawa perlengkapan cosplayku.
Maaf juga karena belum bisa membelikan action
figure untukmu,” kata Soraru dengan tatapan teduh memandang Lon.
Wajah
gadis itu memerah. “Baiklah, tidak mengapa. Kalau begitu..”
Tiba-tiba
hp Soraru berbunyi. Ia mengambil ponselnya dan melihat pada layarnya, “Runa?”
gumam Soraru.
Lon
mendengus kesal. Ia sudah lama tahu bahwa Runa adalah seseorang yang menyukai
Soraru dan salah satu adik kelas yang akrab dengan si surai raven itu.
“Halo?”
jawab Soraru.
“Kak!!! Cepat pergi
dari sana!!!”
“Hah??”
Tiba-tiba Soraru mencium bau busuk di sekitarnya. Ia menjatuhkan ponselnya.
Dilihatnya wujud Lon berubah, tidak seperti sebelumnya. Kulit lon nampak
berwarna merah muda dan mengelupas. Hidungnya pun berdarah.
“Soraru…
aku tidak ingin ada yang mengganggu.”
Pupil
Soraru melebar, tenggorokannya terasa kering, mulutnya menganga melihat wujud
gadis di hadapannya itu. “Lon… kau…”
Dengan
sorot mata yang kelam, Lon mendorong pundak Soraru. Menyebabkannya kehilangan
keseimbangan dan jatuh membentur lantai koridor dengan keras. Ia memandang
lemah Lon di puncak tangga. Ia merasa ajalnya sebentar lagi menjemput.
“Kalau
aku tidak bisa memiliki hati Soraru, maka tak ada orang lain yang boleh.”
Soraru
terngiang cerita Runa kemarin. Lon meninggal akibat kabur dari rumah sakit agar
bisa datang ke event yang waktu itu
Soraru bicarakan padanya. Sehingga mengakibatkan penyakitnya semakin parah dan
akhirnya nyawanya tidak bisa terselamatkan.
“Aku…
aku ingin Soraru hanya memikirkanku!” pekiknya diiringi tetes air jatuh dari
pelupuk matanya. “Soraru… pasti membenciku di akhir hidupnya, ya…,” sesal Lon.
“Tidak.
Aku juga menyukaimu, Leona,” bisik Soraru sebelum cahaya putih membutakan
pandangannya, dengan senyuman Lon sebagai hal terakhir yang ia lihat.
Dari
kejauhan, Runa mendengar suara benturan yang keras karena ponselnya yang masih
terhubungan dengan Soraru. Ia pun segera berlari menuju tangga. Saat ia sampai,
sudah banyak sekali para murid berkerumunan di sana. Ia menyibak kerumunan itu
dan dilihatnya, Soraru sudah bersimbah darah. Tak ada yang melihat siapa pelaku
di balik kecelakaan itu, beberapa dari mereka melihat sedari tadi Soraru hanya
seorang diri.
“Aku
terlambat….”
Samar-samar
di koridor, Runa melihat bayang-bayang sosok berbaju putih dengan surai blonde, memeluk tubuh Soraru yang
bersimbah darah. Sosok itu tersenyum dingin pada Runa, sebelum membawa Soraru
menghilang bersamaan hembusan angin.
Runa
terduduk lemas, ia tersenyum kecut mengetahui apa yang baru dilihatnya bukanlah
halusinasi belaka.
“Sampai
akhir, kau tak mau melepaskan hatinya, ya, Lon.”
-Fin-
Komentar
Posting Komentar